PANCASILA ERA ORDE BARU

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Di setiap masa, pancasila mengalami perkembangan terutama dalam mengartikan pancasila itu sendiri, yaitu kepemimpinan Presiden Soeharto, pancasila dijadikan alat untuk melanggengkan kekuasaannya. Ada beberapa metode yang digunakan dalam indoktrinasi Pancasila, yaitu pertama, melalui ajaran P4 yang dilakukan di sekolah-sekolah, melalui pembekalan atau seminar. Kedua, asas tunggal, yaitu Soeharto membolehkan rakyat untuk membentuk organisasi tetapi harus berasaskan Pancasila yang merupakan Pancasila versi Soeharto. Ketiga, stabilisasi yaitu Soeharto melarang adanya kritikan yang dapat menjatuhkan pemerintah. Jadi Soeharto beranggapan bahwa kritik terhadap pemerintah menyebabkan ketidak stabilan di dalam negara. Dalam menstabilkannya, Soeharto menggunakan kekuatan militer sehinnga tidak ada yang berani untuk mengkritik pemerintah. Maka muncul penentang-penentang terhadap Pancasila, yaitu mereka lebih ke gerakan bawah tanah. Dan penentangnya hampir sama dengan penentang di masa orde lama salah satunya kelompok komunis.
 Soeharto dalam menjalankan Pancasila melakukan beberapa penyelewengan, yaitu Soeharto menerapkan demokrasi sentralistik, demokrasi yang berpusat di tangan pemerintah. selain itu, Soeharto memegang kendali terhadap lembaga legislatif, ekskutif dan yudikatif sehingga peraturan yang dibuat harus sesuai dengan persetujuan Soeharto. Dan juga Soeharto melemahkan aspek-aspek demokrasi terutama pers karena dapat membahayakan kekuasaan Soeharto.

Maka Soeharto membentuk departemen penerangan atau lembaga sensor secara besar-besaran agar setiap berita yang dimuat dimedia tidak menjatuhkan pemerintah. Dan masih banyak lagi penyelewan yang dilakukan oleh Soeharto.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan Pancasila?
2.      Bagaimana sejarah dari orde baru?
3.      Bagaimana perkembangan Pancasila pada era orde baru?
C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui maksud dari Pancasila.
2.      Untuk mengetahui sejarah dari orde baru.
3.      Untuk menegetahui perkembangan Pancasila pada era orde baru.













BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pancasila
Pengertian Pancasila adalah philosofische grondslag (dasar falsafah) Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang terdiri atas sila-sila: Ketuhanan yang Maha Esa; Kemanusiaan yang adil dan beradab; Persatuan Indonesia; Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawarahan perwakilan; dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Rumusan tersebut tertuang dalam pembukaan UUD 1945 Alinea IV dandikukuhkan oleh Tap MPR No. VI/MPR/1973 dan No. IV/MPR/1978. Meskipun di dalam Pembukaan UUD 1945 tersebut tidak secara eksplisit disebutkan istialah Pancasila, namun istialah tersebut sudah dikenal secara luas bahwa lima sila tersebut adalah Pancasila sebagai dasar negara.
Pancasila sebagai sebuah dasar dan idiologi Negara Kesatuan Republik Indonesia, sudah layaknya Pancasila untuk dikaji kaitannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kesepakata bangsa telah menetapkan bahwa Pancasila yang terdiri atas lima sila itu merupakan dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diproklamasiakan tanggal 17 Agustus 1945. Kesepakatan itu dinyatakan pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI sebagai lembaga pembentuk negara saat itu.[1]
Pancasila adalah sebuah dasar atau idiologi dan terdapat falsafahnya. Bagi bangsa Indonesia Pancasila adalah sebagai idiologi negara dan bangsa Indonesia, karena bangsa ini mempunyai cita-cita dan Pancasila sebagai landasan berfikir atau pedoaman untuk melangkah menuju impian bangsa Indonesia.

B.     Sejarah Orde Baru
1.      Masa transisi (1966-1967)
Dalam masa 1966-1967 terdapat dualisme dalam kepemimpinan Nasional, yaitu di satu pihak Presiden Sukarno yang masih aktif dan di pihak lain adanya tokoh Jendral Soeharto yang semakin populer. Ia populer berkat prestasinya menumpas pemberontakan G-30 S/PKI dalam waktu yang singkat, serta melaksanakan dengan pasti usaha-usaha stabilisasi politik dan ekonomi berdasarkan Surat Perintah 11 Maret 1966.[2]
Mengenai saran-saran yang disampaikan kepada pemerintahan untuk menegembalikan kewibawaan Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum diusulkan pemurnian pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945. Diusulkan pula agar diadakan jaminan yang cukup terhadap pengakuan  hak-hak asasi manusia dalam menciptakan dan menegakkan hukum.
Pada akhirnya kekuasaan diserahkan kepada pengemban ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966 Jendral Soeharto di Jakarta, 20 Februari 1967. Dan setelah itu memasuki masa konsolidasi sejak tahun 1968. Saat itu pemerintah bersama DPR-GR menyelesaikan berbagai macam undang-undang yang berkaitan dengan pemerintah. Dan juga menyelesaikan masalah korupsi dan perselisihan antara kaum pribumi dan non-pribumi.
Memasuki tahun 1971, suasana politik lebih banyak dicurahkan kepada kegiatan kampanye menghadapi pemilihan umum yang kedua dalam sejarah Republik Indonesia yang berarti pemilihan pertama yang terjadi pertama pada jaman orde Baru.



2.      Stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi
Pada  awal jaman orde baru program pemerintah semata-mata diarahkan kepada usaha penyelamatan ekonomi nasional terutama berupa usaha memberantas inflasi, penyelamatan keuangan negara dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat. Kenaikan harga pada awal tahun 1966 yang menunjukkan tingkat inflasi sekitar 650% setahun tidak memungkinkan pembangunan dengan segera, tetapi harus melakukan stabilisasi dan rehabilitsi ekonomi terlebih dahulu. Stabilisasi berarti pengendalian inflasi, agar supaya harga-harga tidak melonjak terus secara cepat. Sedangkan rehabilitasi adalah reahbilitasi secara fisik daripada prasarana, rehabilitasi ekspor, rehabilitasi alat-alat produksi yang banyak mengalami kerusakan.[3] Dan juga memperbarui landasan ekonomi dalam ketetapan No.XXIII/MPRS/1966.
3.      Perkembangan sosial budaya
Pendidikan, dalam era ini pendidikan sangat diperhatikan demi kemajuan bangsa dan menciptakan kesempatan belajar yang lebih luas. khususnya pendidikan tinggi diarahkan pada sasaran pembinaan mahasiswa yang mampu menjawab tantangan modernisasi. Relevansinya dengan situasi riil dalam kehidupan bermasyarakat.
Perkembangan pers dan media elektronika, titik tolak dari pembinaan pers nasional adalah ketetapan sidang umum MPRS IV tahun 1966. Dalam ketetapan ini disebutkan “kebebasan pers Indonesia adalah kebebasan untuk menyatakan serta menegakkan kebenaran dan keadilan, dan bukanlah kebebasan dalam penegertian liberalisme”. Disebutkan juga bahwa kebebasan pers berhubungan erat dengan keharusan adanya pertanggung jawaban, atau singkatnya pers yang bertanggung jawab. Dan sahkan UU No.11 Tahun 1966 tentang ketentuan pokok-pokok pers dan disempurnakan dengan UU No.4 Tahun 1967.[4]
C.    Perkembangan Pancasila pada Orde Baru
Setelah mengkaji arti dari Pancasila dan sejarah Nasional Indonesia dapat membuka jendela fikiran untuk mengkaitkan dengan kondisi sebenarnya yang terjadi pada orde baru dan berikut merupakan analisis-analisisnya.
Orde baru muncul dengan tekad untuk melaksanakan pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen semangat tersebut muncul berdasarkan pengalaman sejarah dari pemerintahan sebelumnya yang telah menyimpang dari pancasila serta UUD 1945. Demi kepentingan kekuasaan akan tetapi, yang terjadi sebenarnya adalah tidak jauh berbeda dengan apa yang terjadi pada masa orde lama, yaitu pancasila tetap pada posisinya sebagai alat pembenar, rezim, otoritarian di bawah Soeharto.[5]
Seperti rezim otoriter pada umumnya lainnya, ideologi sangat diperlukan orde baru sebagai alat untuk membenarkan dan memperkuat otoritarianisme Negara. Sehingga pancasila oleh rezim orde baru ditafsirkan sedemikian rupa sehingga membenarkan dan memperkuat otoritarianisme Negara. Makadari itu pancasila perlu disosialisasikan sebagai doktrin komperehensif dalam diri masyarakat Indonesia guna memberikan legitimasi atas ;segala tindakan pemerintah yang berkuasa dalam diri masyarakat Indonesia. Adapun dalam pelaksanannya upaya indoktrinisasi tersebut dilakukan melalui berbagai cara, mulai dari pengkultusan pancasila sampai dengan penataran p4.
Upaya pengkultusan terhadap pancasila dilakukan pemerintah orde baru guna memperoleh kontrol sepenuhnya atas pancasila dan UUD 1945. Pemerintah orde baru menempatkan pancasila dan UUD 1945 sebagai sesuatu yang keramat sehingga tidak boleh diganggu gugat. Penafsiran dan implementasi pancasila sebagai ideology terbuka, serta UUD 1945 sebagai landasan konstitusi berada ditangan Negara. Pengkultusan pancasila juga tercermin dari penetapan dan kesaktian pancasila setiap tanggal 1 oktober sebagai peringatan atas kegagalan G30/PKI dalam upayanya menggantikan pancasila dengan ideologi komunis.
Pancasila pada orde baru 1945-1998 terlaksananya dengan dasar “super semar” dan TAP MPRS  XXXVII/MPRS/1968 periode ini disebut juga demokrasi pancasila, karena segala bentuk penyelenggaraan Negara berlangsung berdasarkan nila-nilai pancasila. Ciri-ciri pancasila:
1.      Mengutamakan musyawarah dan mufakat
2.      Mengutamakan kepentingan Negara dan masyarakat
3.      Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain
4.      Selalu diliputi oleh semangat kekeluargaan
5.      Adanya rasa tanggungjawab dalam melaksanakan hasil keputusan musyawarah
6.      Dilakukan dengan akal sehat sesuai dengan hati nurani yang luhur
7.      Keputusan dapat dipertanggungjawabkan kepada Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan nilai kebenaran dan keadilan.
Retorika mengenai persatuan kesatuan menyebabkan pemikiran bangsa Indonesia yang sangat plural kemudian diseragamkan. Gagasan mengenai pluralisme tidak mendapat tempat untuk didiskusikan secara intensif. Sebagai puncaknya, pada tahun 1985 seluruh organisasi sosial politik digiring oleh hukum untuk menerima Pancasila sebagai satu-satunya dasar filosofis, sebagai asas tunggal dan setiap warga Negara yang mengabaikan Pancasila atau setiap organisasi sosial yang menolak Pancasila sebagai asas tunggal akan dicap sebagai penghianat atau penghasut. Dengan demikian, jelaslah bahwa orde baru tidak hanya monopoli kekuasaan, tetapi juga memonopoli kebenaran. Sikap politik masyarakat yang kritis dan berbeda pendapat dengan Negara dalam prakteknya diperlukan sebagai pelaku tindak criminal atau subversife.
Pada era orde baru, selain dengan melakukan pengkultusan terhadap Pancasila, pemerintah secara formal juga mensosialisasikan nilai-nilai Pancasila melalui TAP MPR NO II/MPR/1978 tentang pedoman penghayatan dan pengamalan Pancasila (p4) disekolah dan masyarakat. Siswa, mahasiswa, organisasi sosial, dan lembaga-lembaga Negara diwajibkan untuk melaksanakan penataran P4. Tujuan dari P4 antara lain adalah membentuk pemahaman yang sama mengenai demokrasi Pancasila sehingga dengan pemahaman yang sama diharapkan persatuan dan kesatuan nasional akan terbentuk dan terpelihara. Melalui penegasan tersebut maka opini rakyat akan mengarah pada dukungan yang kuat terhadap pemerintah orde baru. Selain sosialisasi nilai Pancasila dan menerapkan nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa, dalam kegiatan penataran juga disampaikan pemahaman terhadap UUD 1945 dan Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Pelaksanaan penataran P4 sendiri menjadi tanggungjawab dari badan penyelenggara pelaksaan pedoman penghayatan dan pengamalan Pancasila (BP7).[6]
Akan tetapi cara melakukan pendidikan semacam itu, terutama bagi generasi muda, berakibat fatal. Pancasila yang berisi nilai-nilai luhur, setelah dikemas dalam penataran P4, ternyata justru mematikan hati nurani generasi muda terhadap makna nilai luhur Pancasila tersebut. Hal itu terutama disebabkan oleh karena pendidikan yang doktriner tidak disertai dengan keteladanan yang benar. Setiap hari para pemimpin berpidato dengan selalu mengucapkan kata-kata Pancasila dan UUD 1945, tetapi dalam kenyataannya masyarakat tahu bahwa kelakuan mereka jauh dari apa yang mereka katakana, perilaku itu justru semakin membuat persepsi yang buruk bagi para pemimpin serta meredupnya Pancasila sebagai landasan hidup bernegara, karena masyarakat menilai bahwa aturan dan norma hanya untuk orang lain (rakyat) tetapi buka atau tidak berlaku bagi para pemimpin. Atau dengan kata lain Pancasila hanya digunakan sebagai slogan yang menunjukkan kesetiaan semu terhadap pemerintah yang sedang berkuasa.
Kecenderungan orde baru dalam memandang pancasila sebagai doktrin yang komperehensif terlihat pada anggapan bahwa ideology sebagai sumber nilai dan norma karena itu harus ditangani melalui upaya indoktrinasi secara terpusat. Pada akhirnya, pandangan tersebut bermuara pada keadaan yang disebut dengan perfeksionisme Negara. Negara perfeksionis adalah Negara yang merasa tahu apa yang benar dan apa yang salah bagi masyarakatnya. Dan kemudian melakukan usaha-usaha sistematis agar kebenaran dan kepahaman Negara itu dapat diberlakukan dalam masyarakatnya. Sehingga permulasi kebenaran yang kemudian muncul adalah sesuatu yang dianggap benar kalau hal tersebut sesuai dengan keinginan penguasa, sebaliknya sesuatu dianggap salah kalau bertentangan dengan kehendak penguasa.















BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dapat kita tarik kesimpulan pada pembahasan dalam makalah ini sebagai berikut:
1.      Pengertian Pancasila adalah philosofische grondslag (dasar falsafah) Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang terdiri atas sila-sila: Ketuhanan yang Maha Esa; Kemanusiaan yang adil dan beradab; Persatuan Indonesia; Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawarahan perwakilan; dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Rumusan tersebut tertuang dalam pembukaan UUD 1945 Alinea IV dandikukuhkan oleh Tap MPR No. VI/MPR/1973 dan No. IV/MPR/1978. Meskipun di dalam Pembukaan UUD 1945 tersebut tidak secara eksplisit disebutkan istialah Pancasila, namun istialah tersebut sudah dikenal secara luas bahwa lima sila tersebut adalah Pancasila sebagai dasar negara.
2.      Sejarah orde baru yang begitu panjang kisahnya, dapat ditarik kesimpulannya, pertama Dalam masa 1966-1967 terdapat dualisme dalam kepemimpinan Nasional, yaitu di satu pihak Presiden Sukarno yang masih aktif dan di pihak lain adanya tokoh Jendral Soeharto yang semakin populer. Kedua Pada  awal jaman orde baru program pemerintah semata-mata diarahkan kepada usaha penyelamatan ekonomi nasional terutama berupa usaha memberantas inflasi, penyelamatan keuangan negara dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat. Ketiga Pendidikan, dalam era ini pendidikan sangat diperhatikan demi kemajuan bangsa dan menciptakan kesempatan belajar yang lebih luas. khususnya pendidikan tinggi diarahkan pada sasaran pembinaan mahasiswa yang mampu menjawab tantangan modernisasi. Relevansinya dengan situasi riil dalam kehidupan bermasyarakat.
3.      Orde baru muncul dengan tekad untuk melaksanakan pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen semangat tersebut muncul berdasarkan pengalaman sejarah dari pemerintahan sebelumnya yang telah menyimpang dari pancasila serta UUD 1945. Demi kepentingan kekuasaan akan tetapi, yang terjadi sebenarnya adalah tidak jauh berbeda dengan apa yang terjadi pada masa orde lama, yaitu pancasila tetap pada posisinya sebagai alat pembenar, rezim, otoritarian di bawah Soeharto.
B.     Saran
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar dan memiliki banyak potensi SDM maupun SDA, berkaca dari pembahasan diatas supaya kedepannya bangsa ini menjadi lebih hebat dan terutama kesadarannya masing-masing, dan tertancapnya sila-sila Pancasila dalam sanubari.















DAFTAR PUSTAKA
Poesponegoro, Marati Djoened dan Nugroho Notosusanto. Sejarah Nasional Indonesia IV. Jakarta: PN Balai Pustaka. 1984.
Sukarno. Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta: Pustaka Pealajar. 2015.




[1] Sukarno, Pradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), 21.
[2] Marwati Djoened Poesponegoro, Sejarah Nasional Indonesia VI, (Jakarta: PN Balai Pustaka, 1984), 415.
[3]  Ibid,. 430.
[4]  Ibid,. 508.
[5] http: //google web light.com/?lite_url=ameliasrikartikaputri.blogspot.com, (Selasa, 26 Maret 2016, jam 12.00 wib).
[6] Marwati, Sejarah Nasional Indonesia IV, 513.

Comments