TUGAS PEMERINTAHAN DALAM TIPE NEGARA HUKUM KLASIK SAMPAI NEGARA HUKUM MODERN



TUGAS PEMERINTAHAN DALAM TIPE NEGARA HUKUM KLASIK SAMPAI NEGARA HUKUM MODERN
“Hukum Tata Usaha Negara”
 

PEMBAHASAN

A.    Negara Hukum
Pada masa sekarang ini, hampir semua negara-negara di dunia menganut negara hukum, yakni yang menempatkan hukum sebagai aturan main penyelenggaraan kekuasaan negara dan pemeritah. Sebagai negara hukum, sudah tentu memiliki hukum administrasi negara sebagai instrumen untuk mengatur dan menyelenggarakan tugas-tugas pemerintah negara. Dalam negara hukum, hukumlah yang memegang komando tertinggi dalam penyelenggaraan negara. Sesungguhnya yang memimpin dalam penyelenggaraan negara adalah hukum itu sendiri.[1]
Dalam praktek penyelenggaraan negara hukum, dewasa ini pada umumnya diakui bahwa yang dimaksud negara hukum tidak sekedar memenuhi formalitas dalam bentuk lahirnya yaitu adanya ketentuan hukum yang digunakan sebagai landasan penyelenggaraan negara/pemerintahan, serta mengatur warga negara. Tetapi harus diperhatikan pula segi isi, nilai serta kegunaan aturan hukum itu. [2]
Salah seorang ahli yang cukup berjasa dalam mengemukakan kensepsinya mengenai Negara hukum adalah F. J Stahl, seorang sarjana dari Jerman[3]. Menurut beliau unsur-unsur Negara hukum, yaitu:
a.    Adanya jaminan terhadap hak asasi manusia (grondrechten).
b.    Adanya pembagian kekuasaan (scheiding van machten).
c.    Pemerintahan haruslah berdasarkan peraturan-peraturan hukum (wet matigheid van het berturr)
d.   Adanya peradilan administrasi (administratief rechtspraak)[4].


Moh. Kusnardi, dan Bintan R. Saragih, menyatakan bahwa, ciri-ciri khas bagi suatu negara hukum adalah adanya:
a.    Pengakuan dan perlindungan atas hak-hak asasi manusia;
b.    Peradilan yang bebas dari pengaruh suatu kekuasaan atau kekuatan lain dan tidak memihak;
c.    Legalitas dalam arti hukum dalam segala bentuknya.
B.     Tipe Negara Hukum
Tipe negara hukum, dalam berbagai tulisan telah dikenal  adanya dua tipe Negara hukum, yaitu negara hukum dalam arti formal (sempit) dan Negara hukum dalam arti materiil (luas). Disamping istilah tersebut ditemukan juga penggunaan istilah lainnya, yakni negara penjaga malam, negara polisi, dan negara kesejahteraan.[5]
Dalam hal ini yang akan dikemukakan hanya bentuk negara dengan kriteria pemegang kedaulatan atas negara dan kritria moderenitas. Berdasarkan pemegag kedaulatan atas negara sebagai kriterium negara dapat dibagi dalam dua bentuk negara, yaitu negara penguasa dan negara demokrasi.  
Dilihat dari sudut pandang sifat pusat kekuasaan pemerintahan, Negara dapat dibedakan dalam dua bentuk Negara, yaitu Negara modern dan Negara klasik. Negara modern adalah Negara yang pusat kekuasaan pemerintahannya adalah organisasi jabatan (logemann), sedangkan Negara klasik yaitu Negara yang pusat kekuasaannya adalah manusia atau orang. Dalam Negara klasik raja atau sejenisnya menjadi pusat kekuasaan pemerintahannya.

1.    Negara klasik[6]
Negara penguasa atau Negara kekuasaan atau Negara klasik adalah kedaulatan atas Negara berada dalam tangan penguasa. Jadi, pelaku Negara adalah penguasa. Penguasa adalah subjek, sedangkan rakyat adalah objek milik dari penguasa (raja atau sejenis). Dengan demikian, status rakyat terhadap penguasa adalah sebagai berikut:
a.    Rakyat adalah abdi dari penguasa. Rakyat adalah objek bukan subyek terhadap penguasa. Dengan demikian, juga bukan subyek terhadap administrasi negara (penguasa), ia adalah juga abdi dari administrasi Negara (penguasa).
b.    Rakyat adalah hambanya penguasa, dan penguasa (administrasi ) adalah tamunya rakyat.
c.    Rakyat tidak punya hak terhadap penguasa. Jika rakyat mempunyai hak berdasarkan atas kebijakan dari peguasa yang sewaktu-waktu dapat diubah atau dihapuskan.
d.   Perilaku baik dari penguasa terhadap rakyat adalah kebijakan bukan kewajiban dari penguasa terhadap rakyat.
e.    Pembangkangan dari rakyat terhadap penguasa apalagi menggugat penguasa adalah pantang dan sebagai perbuatan merongrong wibawa penguasa.
Aristoteles juga memberikan definisi mengenai Negara klasik ini sebagai sebuah persekutuan dari keluarga dan desa untuk mencapai kehidupan sebaik-baiknya. Aristoteles menggunakan istilah Polis untuk Negara kota (city state) yang berfungsi sebagai tempat tinggal bersama warga Negara dengan pemerintahan dan benteng untuk menjaga keamanan dan serangan musuh. Menurut Aristoteles, Negara terjadi berkat adanya sifat kodrati setiap individu untuk hidup bersama. Ini secara tidak langsung telah menjelaskan bahwa manusia bukan semata-mata makhluk yang hanya ingin survive,melainkan makhluk yang mempunyai rasio berdasarkan itu mampu saling mengerti dan berdiskusi untuk mencapai kesejahteraan bersama. [7]
            Aristokrasi berasal dari kata aristoi yang berarti cerdik, pandai, atau bangsawan, dan archein yang berarti memerintah. Jadi aristokrasi adalah pemerintahan yang dipegang oleh beberapa kaum cerdik pandai. Aristokrasi merupakan bentuk pemerintahan yang dipegang oleh beberapa orang untuk kepentingan umum.
Menurut Aristoteles, aristokrasi bisa mengalami pemerosotan menjadi Oligarki. Oligarki berasal dari kata oligoi  yang berarti sedikit atau beberapa dan archien yang berarti memerintah. Jadi Oligarki yaitu pemeritahan yang dipegang oleh beberapa (sedikit) orang untuk kepentigan sendiri. Dari bentuk pemerintahan Oligarki ini akan melahirkan bentuk plutokras, yang berasal dari kata plutos yang berarti kekayaan, archien atau cratein yang berarti memerintah. Dengan demikian, plutorasi berarti pemerintahan yang dijalankan oleh orang-orang kaya atau untuk mencari kekayaan. 
Paham Aristoteles mengenai bentuk-bentuk pemerintahan dibentuk penurunannya (pemerosotannya). Sedangkan seorang ahli negara dan sejarah Yunani yang bernama Polybios (204-122 SM), ia berpendapat bahwa bentuk pemerintahan itu akan selalu berganti dan berputar dari bentuk yang satu kebentuk yang lain dalam satu lingkaran yang tertutup, sehingga perputaran (siklus) tersebut akan kembali kebentuk semula[8].   
2.    Negara modern
Negara modern atau Negara demokrasi kedaulatan atas Negara berada dalam rakyat. Jadi, pelaku Negara adalah kebalikan dari Negara penguasa, yaitu pelaku Negara adalah rakyat sebagai pemegang kedaulatan atas Negara.
Tipe negara hukum ini sering disebut negara hukum dalam arti yang luas atau disebut pula Negara Hukum Modern. Negara dalam pengertian ini bukan saja menjaga keamanan semata-mata tetapi secara aktif turut serta dalam urusan kemasyarakatan demi kesejahteraan rakyat. Oleh sebab itu arti negara hukum dalam arti luas sangat erat hubungannya dengan pengertian Negara Kesejahteraan atau “welfare state”.[9]
Oleh karena itu, dalam konsep Negara modern demokrasi yang berdaulat adalah rakyat. Rakyat adalah subyek pemegang kedaulatan .Dalam hubungan ini, secara teoritik setidak-tidaknya ada 90 model atau tipe dasar demokrasi.
Status rakyat terhadap penguasa dalm Negara modern demokrasi adalah sebagai berikut:
a.    Rakyat adalah tuannya penguasa, penguasa adalah abdi dari rakyat. Abdi dalam hal ini berarti bahwa penguasa adalah tenaga profesional yang dibayar oleh rakyat untuk membina kepentingannya.
b.    Hak rakyat untuk diperlakukan secara baik oleh penguasa, dan kewajiban dari penguasa untuk berperilaku baik terhadap rakyat serta menegakkan dan menghargai hak-hak dari rakyat.
c.    Terhadap rakyat, wibawa penguasa tergantung pada pelaksanaan fungsinya, jika penguasa tidak melaksankan fungsinya sebagaimana mestinya maka rakyat untuk menegurnya bahkan menuntutnya.
d.   Wibawa penguasa terhadap rakyat tidak rusak karna ditegur atau dituntut oleh rakyat. Yang merusak wibawanya adalah apabila ia tidak melaksanakan fungsinya sebagaimana mestinya mendapat teguran dari rakyat.
e.    Penguasa tidak merasa terhina oleh tuntutan atau teguran rakyat. Penguasa adalah fungsionaris profesioanal yang dibayar oleh rakyat, sehingga wajar jika ia tidak menjankan teguran dari rakyat.




C.    Tugas Pemerintah dalam Tipe Negara Hukum Klasik dan Modern
Dalam literatur hukum tata negara dikatakan bahwa munculnya negara kesejahteraan merupakan perkembangan lanjut dari paham negara yang hanya meletakkan fungsi sebagai penjaga ketertiban semata. Paham negara seperti ini sebenarnya sudah lama ada dalam sejarah di mana jauh beberapa abad yang lalu Plato dengan “Ideen Leer”-nya (ajaran cinta) menggambarkan negara dalam bentuk yang ideal, menyamakan negara dengan akal pikiran dan perasaan. Namun ajaran Plato ini hanya bersifat angan-angan belaka, karena negara seperti ini tidak mungkin terwujud, sesuai dengan sifat manusia yang tidak sempurna.  Karena itu Plato menciptakan suatu bentuk negara yang maksimal bisa dicapai yaitu Nomoi, yakni dalam suatu negara semua orang tunduk kepada hukum, termasuk juga penguasa atauraja untuk menegah agar tidak bertindak bersewenang-wenang.
Oleh itu negara hukum adalah suatu negara yang menentukan cara bagaimana hak manusia dilindungi. Cara melindungi hak ini berarti pula masyarakat siapakah yang berhak menentukan peraturan itu dan bagaimana dan bagaiman peraturan itu dilaksanakan. Di bawah ini akan dijelaskan tugas pemerintah dalam bentuk negara klasik dan negara modern.
1.    Negara Klasik
Dikatakan sebagai Nachtwakerstsst atau negara dalam arti sempit karena negara bertindak sebagai penjaga malam, artinya bahwa negara hanya menjaga keamanan semata-mata, negara baru bertindak apabila keamanan dan ketertiban terganggu.
Dalam negara hukum yang sempit ini dibedakan dengan tegas antara negara dengan masyarakat. Negara tidak mencampuri segi-segi kehidupan masyarakat, baik dalam segi ekonomi, sosial, kebudayaan dan sebagainya, sebab dengan turut campurnya negara ke dalam segi-segi kehidupan masyarakat, dapat mengakibatkan kurangnya kemerdekaan individu.
Dalam ini maka negara hukum klasik atau negara hukum lalu mengikat penguasa untuk tidak bertindak sebelum peraturannya ada. Apabila dikaitkan dengan hukum administrasi, maka terlihat hukum administrasi negara kurang memiliki peranan karena pejabatnya hanya pasif serta baru bertindak jika baru ada perselisihan di masyarakat. Dengan kata lain para pejabat hanya berperan sebagai pengemudi dengan tanpa berwenang membelokkan dan menghentikan kendaraan.[10]
2.    Negara Modern
Dalam Negara Kesejahteraan sekarang ini tugas pemerintah dalam menyelenggarakan kepentingan umum menjadi sangat luas, kemungkinan melanggar kepentingan rakyat oleh perangkat Negara menjadi sangat besar. Untuk melaksanakan semua tugas tersebut, maka administrasi negara memerlukan kemerdekaan, yaitu kemerdekaan untuk dapat bertindk atas inisiatif sendiri terutama dalam penyelesaian soal-soal genting yang timbul dengan sekonyong-konyong dan yang peraturan penyelesaiannya belum ada, yang belum dibuat oleh badan-badan kenegaraan yang diserahi fungsi legislatif. Dalam hal demikian administrasi negara, dipaksa bertindak cepat, tidak dapat menunggu perintah dari badan-badan kenegaraan yang diserahi fungsi legislatif.[11]
Karena demikian luasnya fungsi pemerintahan dalam negara hukum modern ini, maka tentu saja makin luas pula peranan hukum administrasi negara di dalamnya. Dengan demikian maka dalam tipe negara kesejahteraan sekarang ini perang Hukum Administrasi Negara sangat dominan.
Dengan campur tangan negara terhadap kehidupan sosial masyarakat, maka jangkauan kerja pemerintah semakin luas, terlebih lagi tidak semua kehidupan masyarakat diatur dalam ketentuan perundang-undangan. Itu artinya bagi negara yang dalam hal ini adalah administrasi negara, memiliki suatu konsekuensi yang khusus. Di dalam Pembukaan UUD 1995 untuk mewujudnkan negara kesejahteraan telag diamanatkan bahwa:[12]
a.    Negara berkewajiban memberikan perlindungan kepada segenap bangsa (warga negara) Indonesia dan seluruh wilayah teritorial Indonesia.
b.    Negara berkewajiban memajukan kesejahteraan umum
c.    Negara berkewajiban mencerdaskan kehidupan bangsa
D.    Bentuk Negara
1.         Negara Kesatuan
yang dinamakan dengan Negara kesatuan adalah Negara yang merdeka serta berdaulat dimana seluruh wilayah Negara yang berkuasa hanyalah satu pemerintah pusat yang mengatur seluruh daerah. Oleh karena itu Negara ini dinamakan dengan Negara yang bersusun tunggal. Pemerintah pusat memegang kedaulatan sepenuhnya, baik kedalam maupun ke luar. Hubungan antara pemerintah pusat dengan rakyat dan daerahnya dapat dijalankan secara langsung. Dalam Negara kesatuan hanya ada satu konstitusi, satu kepala Negara, satu dewan menteri (kabinet), dan satu parlemen. Demikian pula dengan pemerintahan, yaitu pemerintah pusatlah yang memegang wewenang tertinggi dalam segala aspek pemerintahan. Ciri utama Negara kesatuan adalah supremasi parlemen pusat dan tiadanya badan-badan lain yang berdaulat.[13]
 Negara kesatuan dapat dibedakan menjadi dua macam system, sebagai berikut:
a.  Sistem Desentralisasi,dimana kepada daerah diberikan kesempatan untuk mengatur serta mengurus rumah tangganya sendiri (otonomi, swatantra). Untuk menampung aspirasi dari rakyat di daerah, terdapat parlemen daerah, meskipun demikian, pemerintah pusat tetap memegang kekuasaan tertinggi.

Keuntungan dari sistem desentralisasi ini sebagai berikut:
1)      Pembangunan daerah akan berkembang sesuai dengan cirri khas daerah itu sendiri;
2)      Peraturan dan kebijakan di daerah sesuai dengan kebutuhan dan kondisi daerah itu sendiri;
3)      Tidak bertumpuknya pekerjaan pemerintah pusat, sehingga pemerintahan dapat berjalan lancer;
4)      Partisipasi dan tanggung jawab masyarakat terhadap daerahnya akan meningkat;
5)      Penghematan biaya, karena sebagian ditanggung sendiri oleh daerah.
Sedangakn kerugian dari system desentralisasi  adalah ketidak seragaman peraturan dan kebijakan serta kemajuan pembangunan.
b.      Sistem Sentralisasi, dimana sebuah Negara langsung diatur serta diurus oleh pemerintah pusat, sedangkan daerah tinggal melaksanakan perintah-perintah dan peraturan-peraturan dari pemerintah pusat. Daerah tidak berwenang membuat peraturan-peraturan sendiri dan atau mengurus rumah tangganya sendiri.

Keuntungan dari sistem sentralisasi ini sebagai berikut:
1)      Adanya keseragaman (uniformitas) peraturan di seluruh wilayah Negara;
2)      Adanya kesederhanaan hukum, karena hanya ada satu lembaga yang berwenang membuatnya;
3)      Penghasilan daerah dapat digunakan untuk kepentingan seluruh wilayah negara.


Kerugian dari sistem sentralisasi ini meliputi:
1)      Bertumpuknya pekerjaan pemerintah pusat, sehingga sering menghambat kelancaran jalannya pemerintahan;
2)      Peraturan/ kebijakan dari pusat sering tidak sesuai dengan keadaan/ kebutuhan daerah
3)        Daerah-daerah lebih bersifat pasif, menunggu perintah dari sehingga melemahkan sendi-sendi pemerintahan demokratis karena kurnangnya inisiatif dari rakyat;
4)      Rakyat di daerah kurang mendapatkan kesempatan untuk memikirkan dan bertanggung jawab tentang daerahnya;
5)      Keputusan-keputusan pemerintah pusat sering terlambat.
2.         Negara Serikat/ Federasi
Negara serikat adalah Negara yang susunan negaranya jamak, terdiri dari Negara-negara bagian. Urusan Negara dibagi menjadi dua, yaitu secara terperinci (limitatif) diberikan kepada pemerintah federal (delegated powers) serta sisanya menjadi urusan Negara bagian.[14]
   Kendati Negara-negara bagian boleh memiliki konstitusi sendiri, kepala Negara sendiri, parlemen sendiri, dan cabinet sendiri. setiap daerah bagian bebas melakukan tindakan ke dalam, asal tidak bertentangan dengan konstitusi federal. Tindakan ke luar (hubungan denan luar negeri) hanya dapat dilakukan oleh pemerintahh federal.
Cirri-ciri dari Negara serikat/ federal:
a.  Tiap Negara bagian memiliki kepala Negara, parlemen, dewan menteri (kabinet) demi kepentingan Negara;
b.  Tiap Negara bagian boleh membuat konstitusi sendiri, tetapi tidak boleh bertentangan dengan konstitusi Negara serikat;
c.  Hubungan antara pemerintah federal (pusat) dengan rakyat diatur melalui Negara bagian, kecuali dalam hal tertentu yang kewenangannya telah diserahkan secara langsng kepada pemerintah federal.
Pada umumnya kekuasaan yang dilimpahkan Negara-negara bagian kepada pemerintah federal meliputi:
a.    Hal-hal yang  menyangkut kedudukan Negara sebagai subyek hukum internasional;
b.    Hal-hal yan mutlak mengenai keselamatan negara, pertahanan dan keamanan nasional, perang dan damai;
c.    Hal-hal tentag konstitusi  dan organisasi pemerintah federal serta azas-azas pokok hukum maupun organisasi peradilan selama dipandang perlu oleh pemerintah pusat;
d.   Hal-hal tentan uan dan keuanan, biaya penyelenggaraan pemerintahan federal;
e.    Hal-hal tentang kepentingan bersama antar Negara bagian.

E.     Bentuk-Bentuk Pemerintahan
1.         Monarki
Monarki berasal dari kata mono yang berarti satu, dan archiem yang berarti memerintah. Jadi, monarki adalah bentuk pemerintahan yang dipegang oleh satu orang, yaitu raja atau kaisar. Menurut aristoteles, monarki adalah bentuk pemerintahan yang dipegang oleh satu orang, tetapi utuk kepentingan umum.
a.              Monaki absolut
Monarki absolut atau monarki mutlak, yaitu suatu monarki yang seluruh kekuasaan negara berada di tangan raja mempunyai kekuasaan yang tidak terbatas (mutlak). Pada masa monarki absolut, raja mempunyai kekuasaan yang luar biasa sehingga ia berbuat sewenang-wenang. Perintah raja merupakan suatu undang-undang yang harus dilaksanakan tanpa reserve. Raja atau kaisar merupakan orang yang memegang kekuasaan pemerintah, mengadili dan menghukum rakyat yang tidak patuh, dan membuat aturan untuk melaksanakan pemerintahan. Pada negara yang menggunakan monarki absolut ini, berlaku semboyan Princep legibus solutust est, salus publica suprema lex, yang maksudnya adalah: yang berhak membentuk undang-undang adalah raja, karena rajalah yang berkuasa, kepentingan umum menguasai atau mengatasi segala peraturan hukum.
b.             Monarki konstitusional
Monarki konstitusional atau monarki terbatas, yaitu suatu monarki yang kekuasaan rajanya dibatasi oleh UUD. Dalam monarki yang terbatas ini, raja tidak dapat berkuasa sewenang-wenang karena segala kebijakan dan tindakannya harus berdasarkan UUD.
Monarki konstitusional ini umumnya digunakan oleh negara monarki yang ada di dunia modrn sekarang ini. Oleh karena itulah monarki konstitusional sering pula disebut monarki modern. Contoh negara yang menganut konstitusional antara lain: Belanda dan Denmark.
c.              Monarki parlementer
Monarki parlementer yaitu monarki yang kekuasaan menjalankan pemerintahannya ada ditangan para menteri dan harus bertanggung jawab kepada parlemen. Menteri-menteri merupakan pelaksana pemerintahan dan merekalah (baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama) yang mesti mempertanggungjawabkan jalannya pemerintahan kepada parlemen. Sedangkan raja berkedudukan sebagai kepala negara dan merupakan lambang dari keutuhan dan kesatuan negara.
Dalam monarki parlementer, raja tidak menjalankan pemerintahan, oleh karena itu raja tidak dapat diminta pertanggungjawaban  (The king can do no wrong) atas jalannya pemerintahan. Contoh: Inggris.

2.         Republik
a.              Republik mutlak (kadang-kadang disebut otoriter)
Republik mutlak yaitu suatu negara yang seluruh kekuasaannya berada ditangan seorang presiden. Dalam republik ini, presiden mempunyai kekuasaan yang tidak terbatas, dan segala macam pemerintahan dilaksanakanoleh seorang presiden. Contoh: Jerman pada masa Hitler berkuasa.
b.             Republik terbatas
Republik terbatas yaitu suatu republik yang kekuasaan presidennya dibatasi oleh UUD. Dalam republik terbatas ini, presiden tidak dapat berbuat sewenang-wenang karena segala kebijakan dan tindakannya harus berasarkan UUD yang berlaku. Contohnya: antara lain Indonesia dan Amerika Serikat.
c.              Republik parlementer
Republik parlementer yaitu repunlik yang kekuasaan menjalankan pemerintahannya ada di tangan para menteri dn harus bertanggung jawab kepada parlemen. Menteri-menteri merupakan pelaksana pemerintahan dan merekalah (baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama) yang mesti memepertanggung jawabkan jalannya pemerintahan kepada parlemen. Sedangkan presiden berkedudukan sebagai kepala negara.
Dalam republik parlementer, presiden tidak menjalankan pemerintah, oleh karena itu ia tidak dapat dimintai pertanggung jawaban atas jalannya pemerintahan. Contoh: Indonesia pada masa berlakunya Konstitusi RIS 1949 dan UUD 1950.
F.     Sistem Pemerintahan
1.      Sistem Presidensial
Merupakan sistem pemerintahan yang pemegang eksekutifnya tidak harus bertanggungjawab kepada legislatif. Pemegang kekuasaan eksekutif tidak dapat dijatuhkan oleh atau melalui badan legislatif meskipun kebijaksanaan yang dijalankan tidak disetujui atau bahkan ditentang oleh pemegang kekuasaan legislatif. Pemegang kekuasaan eksekutif terlepas dari badan legislatif. Model ini dianut oleh Amerika Serikat, Filipina, Indonesia dan sebagian besar negara-negara Amerika Latin dan Amerika Tengah.
Untuk disebut sebagai sistem presidensial, bentuk pemerintahan ini harus memiliki tiga unsur yaitu:
a.         Presiden yang dipilih rakyat
b.         Presiden secara bersamaan menjabat sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan dan dalam jabatannya ini mengangkat pejabat-pejabat pemerintahan yang terkait.
c.         Presiden harus dijamin memiliki kewenangan legislatif oleh UUD atau konstitusi.
Ciri-ciri pemerintahan presidensial menurut Deuglas V. Verney adalah:
a.         Majelis tetap sebagai majelis saja. Dalam pemerintahan presidensial ini dituntut agar terjadi pemisahan secara tegas antara eksekutif dan legislatif.
b.         Dikepalai oleh seorang presiden sebagai kepala pemerintahan sekaligus kepala negara.
c.         Presiden mengangkat kepala departemen (menteri) yang merupaka bawahannya.
d.        Presiden adalah eksekutif tunggal.
e.         Anggota majelis tidak boleh menduduki jabatan pemerintahan dan sebaliknya pemerintahan tidak boleh menjadi anggota majelis.
f.          Eksekuti harus bertanggungjawab terhadap majelis.[15]
g.         Kekuasaan eksekutif presiden diangkat berdasarkan demokrasi rakyat dan dipilih langsung oleh mereka atau melalui badan perwakilan rakyat.
h.         Presiden memiliki hak prerogratif (hak istimewa) untuk mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri yang memimpin departemen dan non-departemen.
i.           Menteri-menteri hanya bertanggung jawab kepada kekuasaan eksekutif (bukan kepada kekuasaan legislatif).
j.           Kekuasaan eksekutif tidak bertanggung jawab kepada kekuasaan legislatif.
k.         Kekuasaan eksekutif tidak dapat dijatuhkan oleh legislatif.
Kelebihan Sistem Pemerintahan Presidensial:
a.         Badan eksekutif lebih stabil kedudukannya karena tidak tergantung pada parlemen.
b.         Masa jabatan badan eksekutif lebih jelas dengan jangka waktu tertentu. Misalnya, masa jabatan Presiden Amerika Serikat adalah empat tahun, Presiden Filipina adalah enam tahun dan Presiden Indonesia adalah lima tahun.
c.         Masa pemilihan umum lebih jelas dengan jangka waktu tertentu.
d.        Penyusun program kerja kabinet mudah disesuaikan dengan jangka waktu masa jabatannya.
e.         Legislatif bukan tempat kaderisasi untuk jabatan-jabatan eksekutif karena dapat diisi oleh orang luar termasuk anggota parlemen sendiri.
Kekurangan Sistem Pemerintahan Presidensial:
a.         Kekuasaan eksekutif di luar pengawasan langsung legislatif sehingga dapat menciptakan kekuasaan mutlak.
b.         Sistem pertanggungjawaban kurang jelas.
c.         Pembuatan keputusan atau kebijakan publik umumnya hasil tawar-menawar antara eksekutif dan legislatif sehingga dapat terjadi keputusan tidak tegas
d.        Pembuatan keputusan memakan waktu yang lama.
2.      Sistem parlementer
Sistem parlementer adalah sebuah sistem pemerintahan yang parlemennya memiliki peranan penting dalam pemerintahan. Dalam hal ini parlemen memiliki wewenang dalam mengangkat perdana menteri dan parlemen pun dapat menjatuhkan pemerintahan, yaitu dengan cara mengeluarkan semacam mosi tidak percaya. Berbeda dengan sistem presidensiil, sistem parlemen dapat memiliki seorang presiden dan seorang perdana menteri, yang berwenang terhadap jalannya pemerintahan. Dalam presidensiil, presiden berwenang terhadap jalannya pemerintahan, namun dalam sistem parlementer presiden hanya menjadi simbol kepala negara saja.
Sistem parlementer dibedakan oleh cabang eksekutif pemerintah tergantung dari dukungan secara langsung atau tidak langsung cabang legislatif, atau parlemen, sering dikemukakan melalui sebuah veto keyakinan. Oleh karena itu, tidak ada pemisahan kekuasaan yang jelas antara cabang eksekutif dan cabang legislatif, menuju kritikan dari beberapa yang merasa kurangnya pemeriksaan dan keseimbangan yang ditemukan dalam sebuah republik kepresidenan.
Sistem parlemen dipuji, dibanding dengan sistem presidensiil, karena kefleksibilitasannya dan tanggapannya kepada publik. Kekurangannya adalah dia sering mengarah ke pemerintahan yang kurang stabil, seperti dalam Republik Weimar Jerman dan Republik Keempat Perancis. Sistem parlemen biasanya memiliki pembedaan yang jelas antara kepala pemerintahan dan kepala negara, dengan kepala pemerintahan adalah perdana menteri, dan kepala negara ditunjuk sebagai dengan kekuasaan sedikit atau seremonial. Namun beberapa sistem parlemen juga memiliki seorang presiden terpilih dengan banyak kuasa sebagai kepala negara, memberikan keseimbangan dalam sistem ini. Negara yang menganut sistem pemerintahan parlementer adalah Inggris, Jepang, Belanda, Malaysia, Singapura dan sebagainya.[16]
Ciri-ciri pemerintahan parlemen yaitu:
a.    Dikepalai oleh seorang perdana menteri sebagai kepala pemerintahan sedangkan kepala negara dikepalai oleh presiden/raja.
b.    Kekuasaan eksekutif presiden ditunjuk oleh legislatif sedangkan raja diseleksi berdasarkan undang-undang.
c.    Perdana menteri memiliki hak prerogratif (hak istimewa) untuk mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri yang memimpin departemen dan non-departemen.
d.   Menteri-menteri hanya bertanggung jawab kepada kekuasaan legislatif.
e.    Kekuasaan eksekutif bertanggung jawab kepada kekuasaan legislatif.
f.     Kekuasaan eksekutif dapat dijatuhkan oleh legislatif.
Kelebihan Sistem Pemerintahan Parlementer:
a.    Pembuat kebijakan dapat ditangani secara cepat karena mudah terjadi penyesuaian pendapat antara eksekutif dan legislatif. Hal ini karena kekuasaan eksekutif dan legislatif berada pada satu partai atau koalisi partai.
b.    Garis tanggung jawab dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan publik jelas.
c.    Adanya pengawasan yang kuat dari parlemen terhadap kabinet sehingga kabinet menjadi berhati-hati dalam menjalankan pemerintahan.
d.   Pembuatan keputusan memakan waktu yang cepat.


Kekurangan Sistem Pemerintahan Parlementer:
a.         Kedudukan badan eksekutif atau kabinet sangat tergantung pada mayoritas dukungan parlemen sehingga sewaktu-waktu kabinet dapat dijatuhkan oleh parlemen.
b.         Kelangsungan kedudukan badan eksekutif atau kabinet tidak bisa ditentukan berakhir sesuai dengan masa jabatannya karena sewaktu-waktu kabinet dapat bubar.
c.         Kabinet dapat mengendalikan parlemen. Hal itu terjadi apabila para anggota kabinet adalah anggota parlemen dan berasal dari partai mayoritas. Karena pengaruh mereka yang besar diparlemen dan partai, anggota kabinet dapat mengusai parlemen.
d.        Parlemen menjadi tempat kaderisasi bagi jabatan-jabatan eksekutif. Pengalaman mereka menjadi anggota parlemen dimanfaatkan dan manjadi bekal penting untuk menjadi menteri atau jabatan eksekutif lainnya.[17]


G.     
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Dilihat dari sudut pandang sifat pusat kekuasaan pemerintahan, Negara dapat dibedakan dalam dua bentuk Negara, yaitu Negara modern dan Negara klasik. Negara modern adalah Negara yang pusat kekuasaan pemerintahannya adalah organisasi jabatan (logemann), sedangkan Negara klasik yaitu Negara yang pusat kekuasaannya adalah manusia atau orang. Dalam Negara klasik raja atau sejenisnya menjadi pusat kekuasaan pemerintahannya. Adapun tugas dari negara klasik dikatakan sebagai Nachtwakerstsst atau negara dalam arti sempit karena negara bertindak sebagai penjaga malam, artinya bahwa negara hanya menjaga keamanan semata-mata, negara baru bertindak apabila keamanan dan ketertiban terganggu.
Sedangkan dalam Negara Kesejahteraan atau Negara modern sekarang ini tugas pemerintah dalam menyelenggarakan kepentingan umum menjadi sangat luas, kemungkinan melanggar kepentingan rakyat oleh perangkat Negara menjadi sangat besar. Untuk melaksanakan semua tugas tersebut, maka administrasi negara memerlukan kemerdekaan, yaitu kemerdekaan untuk dapat bertindk atas inisiatif sendiri terutama dalam penyelesaian soal-soal genting yang timbul dengan sekonyong-konyong dan yang peraturan penyelesaiannya belum ada, yang belum dibuat oleh badan-badan kenegaraan yang diserahi fungsi legislatif. Dalam hal demikian administrasi negara, dipaksa bertindak cepat, tidak dapat menunggu perintah dari badan-badan kenegaraan yang diserahi fungsi legislatif.




DAFTAR PUSTAKA

Azhary. Negara Hukum Indonesia. Jakarta: UI Press, 1995.
Budiarjo, Miriam. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia, 1982.
Fitriacanida Azhari, Aiduk. “Negara Hukum Indonesia”. Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM. Vol. 4, No. 4, (2012).
Huda, Ni’matul. Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006.
Kansil, C.S.T. Ilmu Negara. Jakarta: Pradya Paramita, 2004.
Mahmud, Abdullah dan Y. Suyoto Arief. Tata Negara. Ponorogo: Darussalam Gontor, 1992.
Nur Andriyan, Dody. Hukum Tata Negara dan Sistem Politik. Yogyakarta: Deepublish, 2016.
Nur El-Ibrahim, Muh. Bentuk Negara dan Pemerintahan RI. Jakarta: Aranca Pratama, 2016.
Ridwan, Juniarso dan Achmad Sodik Sudrajat. Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan Pelayanan Publik. Bandung: Nuansa, 2012.
Rusnan. “Konsep Negara Hukum dalam Hubungan Kekuasaan Fresis Ermersen dalam Welfare State”. Jurnal IUS. Vol. 2, No. 4, (2014).
SF Marbun dkk. Hukum Administrasi Negara Dimensi-Dimensi Pemikiran. Yogyakarta: `UII Press, 2001.
Soehino. Ilmu Negara. Yogyakarta: Liberty, 2000.
Sukardja, Ahmad. Hukum Tata Negara & Hukum Administrasi Negara dalam Perspektif Fikih Siyasah. Jakarta: Sinar Grafika, 2012.
Voll, Willy D.S.. Dasar-Dasar Ilmu Hukum Administrasi Negara. Jakarta: Sinar Grafika, 2013.



[1] Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006), 74.
[2] Azhary, Negara Hukum Indonesia (Jakarta: UI Press, 1995), 19.
[3] SF Marbun dkk, Hukum Administrasi Negara Dimensi-Dimensi Pemikiran (Yogyakarta: `UII Press, 2001), 7.
[4] Miriam Budiarjo, Dasar-dasar Ilmu Politik (Jakarta: Gramedia, 1982), 57-58.
[5] Willy D.S. Voll, Dasar-Dasar Ilmu Hukum Administrasi Negara (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), 120.
[6] Ibid., 121.
[7] Ahmad Sukardja, Hukum Tata Negara & Hukum Administrasi Negara dalam Perspektif Fikih Siyasah (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), 40.
[8] Abdullah Mahmud dan Y. Suyoto Arief, Tata Negara (Ponorogo: Darussalam Gontor, 1992), 50-51.
[9] Rusnan, “Konsep Negara Hukum dalam Hubungan Kekuasaan Fresis Ermersen dalam Welfare State”, Jurnal IUS, Vol. 2, No. 4, (2014), 4.
[10] Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik Sudrajat, Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan Pelayanan Publik (Bandung: Nuansa, 2012), 60.
[11] Aiduk Fitriacanida Azhari, “Negara Hukum Indonesia”, Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM, Vol. 4, No. 4, (2012), 494-495.
[12] Ibid., 56.
[13] Soehino, Ilmu Negara (Yogyakarta: Liberty, 2000), 224.
[14]C.S.T, Kansil, Ilmu Negara (Jakarta: Pradya Paramita, 2004), 135.
[15] Dody Nur Andriyan, Hukum Tata Negara dan Sistem Politik (Yogyakarta: Deepublish, 2016), 75-77.
[16] Muh. Nur El-Ibrahim, Bentuk Negara dan Pemerintahan RI (Jakarta: Aranca Pratama, 2016), 40.
[17] Ibid., 42.

Comments

Popular Posts