FIQIH DASAR (ZAKAT)

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
       Setiap umat Muslim berkewajiban untuk memberikan sedekah dari rezeki yang dikaruniai Allah.Dengan demikian, orang yang mengeluarkan sebagian dari hartanya untuk zakat akan menambah kesuburan hartannya, akan mendapat kesucian dari hartanya, serta akan memperoleh pula keberkatan atau rahmat.
       Menurut oengertian syara’ (agama): Zakat adalah memberikan atau mengeluarkan bagian tertentu dari harta yang dimiliki menurut syarat-syarat atau ketentuan syara’ (agama).
       Oleh karena itu seseorang yang memiliki kadar harta tertentu, kemudian ia mengambil atau mengeluarkan sebagian kecil dari hartanya itu guna untuk dibagi-bagikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya, maka orang tersebut telah menunaikan zakatnya.Bagi setiap muslim yang memiliki harta yang ukurannya telah memenuhi syarat zakat, maka hukumnya wajib menegeluarkan sebagian dari hartanya untuk zakat
       Oleh karena itu dalam hal ini kita akan mengidentifikasi dan membahas bagaimana zakat terjadi, tujuannya, dasar hukum, pengelolaan sampai hikmah dari zakat. Dengan demikian kita bisa memaknai islam secara mendalam dan menjadikan zkat sebagai refleksi nilai spiritual dan charity
B. Rumusan Masalah
1. Apapengertian zakat, tujuan zakat, dan dasar hukumnya?
2. Apa saja barang-barang yang wajib di zakat?
3. Apa saja syarat-syarat wajib zakat?
4. Bagaimana cara pengelolaan zakat?
5. Apa yang membedakan antara zakat dengan pajak?
6. Apa hikmah dari pelaksanakan zakat?
C. Tujuan Penelitian
1. Dapat menjelaskan pengertian zakat, tujuan zakat, dan dasar hukumnya.
2. Dapat mengidentifikasi barang-barang yang wajib dizakati.
3. Dapat menyebutkan syarat-syarat wajib zakat.
4. Dapat menguraikan pengelolaan zakat.
5. Dapat membedakan antara zakat dengan pajak.
6. Dapat menjelaskan hikmah pelaksanaan zakat.




BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Zakat, Tujuan Zakat, dan Dasar Hukum
Pengertian Zakat
       Zakat merupakan salah satu rukun islam, dan menjadi salah satu unsur pokok bagi tegaknya syariat islam. Oleh sebab itu hukum zakat adalah wajib (fardhu) atas setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Zakat termasuk dalam kategori ibadah, seperti: salat,haji dan puasa yang telah diatur secara rinci dan paten berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah, sekaligus merupakan amal sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan dengan perkembangan umat manusia.
       Secara bahasa, kata zakat berasal dari kata zaka, para fuqaha mengartikannya berbeda-beda. Pertama zakat an-numuw yang berarti tumbuh dan berkembang, demikian menurut Abu Muhammad Ibnu Qutaibah. Makna ini menegaskan sesungguhnya oramg yang selalumenunaikan zakat, hartanya (dengan izin Allah) akan selalu tumbuh dan berkembang, hal ini disebabkan karena kesucian dan keberkahan dari harta yang telah ditunaikan kewajiban zakatnya, hal ini sejalan dengan surat ar-Rum:39.
وما ءاتيتم من ربا ليربوا في أمول الناس فلا يربوا عند الله . وما ءاتيتم من زكوة  تريدون وجه الله فأولىك هم المضعفون
Dan suatu riba yang kamu berikan agar dia bertamabah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah di sisi Allah Swt. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah. Maka itulah orang-orang yang melipat gandakan”.[1]
       Zakat juga bermakna al-thahuru yang berarti membersihkan atau mensucikan, demikian menurut Abu Hasan al-wahidi dan Imam Nawawi, artinya orang yang selalu menunaikan zakat karena Allah dan bukan karena ingin dipuji sesama manusia, maka Allah akan membersihkan dan mensucikan baik hartanya maupun jiwanya.[2]
       Bermakna pula al-Barakatu atau berkah, artinya orang yang selalu membayarkan zakat, hartanya akan selalu dilimpahkan keberkahan oleh Allah Swt, kemudian keberkahan ini akan berdampak pada keberkahan hidup, karena harta yang kita gunakan adalah harta yang suci.
Tujuan Zakat
       Tujuan yang hendak dicapai dari zakat adalah mengatasi kebutuhan dasar hidup kelompok lemah, untuk mencapai tatanan kehidupan yang berdasarkan pada keadilan dan kemanusiaan.
       Zakat juga termasuk pada al-ibadah al-maaliyah al-ijtima’iyah, ibadah dibidang harta yang memiliki posisi  dan kedudukan yang sangat penting dan strategis dalam meningkatkan kesejahteraan umat baik di bidang pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari, pendidikan, kesehatan, dan lapangan pekerjaan.[3]
       Demikian pada zakat bertujuan untukmenumbuhkan etos kerja. Sebagaimana dinyatakan QS. Al-Mukminun ayat 1-4.

قد أفلح المؤمنون. الذين هم في صلاتهم خشعون . والذين هم عن الغو معرضون . والذين هم للزكوة فعلون.
“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman(1)(yaitu) orang –orang yang khusyu’ dalam sembahyangnya (2) Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna (3) Dan orang-orang yang menunaikan zakat (4).” (QS. Al-Mukminun: 1-4).
       Zakat juga bertujuan untuk menumbuhkan etika kerja, dalam pengertian meluruskan dan membersihkan cara-cara melakukan kegiatan usaha dan mendapat rizki.[4]
       Zakat juga bertujuan untuk mengaktifkan dan mengefektifkan kegiatan dakwah. Seperti gambaran dalam QS. Al-Baqarah 273.
للفقراء الذين أحصروا في سبيل الله لا يستطيعون ضربا في اللأرض يحسبهم الجاهل أغنياء من التعفف تعرفهم بسيمهم لايسىلون الناس إلحافا . وما تنفقوا من خير فإن الله به عليم
“(Berinfaklah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah; merekatidak dapat (berusaha) di bumi; orangyang tidak tahu menyangka mereka orang Kaya Karena memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), Maka Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 273).
       Zakat juga bertujuan untuk menumbuhkan rasa solidaritas sosial kaum muslimin dan sekaligus menghilangkan kesenjangan sosial.
Dasar Hukum
       zakat merupakan salah satu kewajiban yang telah diakui umat islam secara ijma’, dan telah begitu terkenal yang menyebabkannya menjadi suatu keharusan agama, hingga bila seseorang menginggkari wajibnya, berarti ia keluar dari agama islam dan boleh dibunuhdalam keadaan fakir. Kecuali jika ia baru saja kenal kepada agama islam, maka diberi maaf karena tidak mengetahui hukum-hukum agama. Jadi kita sebagai umat Muslim wajib hukumnya untuk membayar zakat.


Telah berfirman Allah SWT:
خذ من اموالهم صدقة تطهر هم وتزكيهم بها.
“Pungutlah zakat dari harta mereka yang akan membersihkan dan menyucikan mereka”. (At-Taubah: 103)
Telah berfirman Allah Ta’ala:
ان المتقين في جنت وعيون. اخذين مآ اتهم ربهم انهم كانوا قبل ذلك محسنين. كانو قليلا من اليل مايهجعون. وبالأسحار هم يستغفرون. وفي اموالهم حقللسآىل والمحروم.
“Sesungguhnya orang-orang taqwa itu akan tinggal di surga-surga dan di dekat mataair-mataair dari tuhan mereka dahulunya mereka adalah orang-orang yang suka berbuat baik, di waktu malam hanya sebentar memejamkan mata, sampai larut malam masih meminta ampun, sedang pada harta mereka tersedia bagian, yakni unutk peminta dan orang yang tidak berpunya”. (Adz-Dzariyat: 15-19).
       Allah menyatakan bahwa ciri-ciri khusus sifat muliawan itu, ialah suka berbuat kebaikan, dan hal ini akan jelas terlihat pada ibadah mereka di waktu malam, memohon ampun di hari larut, dan berbakti serta mendekatkan diri kepada Allah,sebagaimana terbuktipula dengan memberikan zakat kepada fakir miskin disebabkan bela-kasih dan santun kepada mereka.
Rasulullah SAW bersabda :
عن ابي عبد الرحمن عبد الله بن عمربن الخطاب رضي االله عنهما. قال: سمعت رسولالله ص. يقول: بني الإسلام علي خمس شهادة ان لااله الاالله وان محمدا رسول الله وإقام الصلاة وايتاء الزكاة وحج البيت وصوم رمضان.
“Dari Abu Abdirrahman yaitu Abdillah bin Umar bin Khathab r.a. ia berkata : aku (pernah) mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Islam itu dibina atas lima perkra: 1. Menyaksikan bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah, 2. Mendirikan shalat, 3. Menegeluarkan zakat, 4. Haji ke-Baitullah, 5. Puasa Ramadhan.” (H.R. Bukhari dan Muslim).
       Jadi zakat itu hukumnya adalah wajib, oleh karena itu menjadi salah satu dari rukun islam yang lima. Bila seorang telah memenuhi syarat-syarat untuk berzakat, sedangkan ia enggan atau tidak bersedia mengeluarkan zakatnya, maka berdosalah ia di sisi Allah SWT.
B. Identifikasi Barang-Barang yang Wajib Dizakati
1. Binatang ternak. Jenis bintang yang wajib dikeluarkan zakatnya, hanaya unta, sapi, kerbau, kambing.
2. Emas dan Perak. Barang tambangan yang lain tidak wajib zakat.
3. Biji makanan yang mengenyang. Seperti beras, jagung, gandum,’adas, dan sebagainya. Adapun biji makanan yang tidak mengenyangiseperti kacang tanah, kacang panjan, buncis, tanaman muda, dan sebagainya, tidak wajib di zakatkan.[5]
     Firman Allah s.w.t :
واتوا حقه يوم حصاده.
     ,,Keluarkanlah zakat biji makanan itu pada hari memotongnya”. Al An’am 141.
4. Buah-buahan. Yang dimaksud dengan buah-buahan hanya, kurma,dan anggur-anggur saja, buah-buah yang lain tidak wajib zakat !
     Sabda Rasulullah s.a.w :
امر رسول الله صلي الله عليه وسلم ان يخرص العنب كما يخرص النخل فتؤخذ زكاته زبيبا كما تؤخذ صدقة النخل تمرا.
     ,,Rasulullah s.a.w. telah menyuruh supaya menaksir buah anggur itu berapa banyak buahnya, seperti menaksir buah kurma, dan beliau, menyuruh juga supaya memungut zakat anggur sesudah kering, seperti mengambil zakat buah kurma, juga sesudah kering”. Riwayat Tirmidzi.[6]
5. Harta perniagaan. Wajib zakat pada harta perniagaan dengan syarat-syarat yang tersebut pada zakat emas dan perak.
     Sabda Rasulullah s.a.w. :
في البز صدقتها.
     ,,Kain-kain yang di sediakan untuk dijual wajib dikeluarkan zakatnya”. Riwayat Al-Hakim.
Dari ‘Ali bin Abu Thalib ( khalifah ke-empat), telah berkata,
     Sabda Rasulullah s.a.w. :
عن سمرة كان رسول الله صلي الله عليه وسلم يأمرنا ان نخرج الصدقة منا الذى نعده للبيع.
     Dari Samurah: ,,Rasulullah s.a.w. memerintahkan kepada kami agar kami mengeluarkan zakat barang yang disediakan untuk dijual”. Riwayat Daruquthni dan Abu Dhaud.
C. Syarat-Syarat Wajib Zakat
       Adapun syarat-syarat kekayaan yang wajib dizakati :
1. Milik penuh, maksudnya adalah bahwa kekayaan itu harus berada di bawah kontrol dan di dalam kekuasaanya atau sepertiyang dinyatakan oleh sebagian ahli fiqih bahwa kekayaan itu harus berada tangannya tidak tersangkut di dalamnya hak orang lain dapat dipergunakan dan faedahnya dapat dia nikmati.oleh karena itu mereka berpendapat bahwa seorang pedagang tidak wajib zakat apabila barang yang di belinya belum sampai tangannya atau barangnya sedang digadaikan kepada orang lain sampai barang itu kembali ketangannya.
2. Berkembang, maksudnya adalah kekayaan itu dikembangkan dengan sengaja atau mempunyai potensi untuk berkembang. Pengertian berkembang kekayaan itu harus memberikan keuntungan ataupun pemasukan sesuai dengan istilah-istilah yang dipergunakan ahli-ahli perpajakan. Atau kekayaan itu berkembang dengan sendiri artinya bertambah menghasilkan produksi.
3. Sudah sampai satu nisab Islam, tidak mewajibkan zakat atas seberapa saja besar kekayaan yang berkembang sekalipun kecil sekali tetapi memberikan ketentuan sendiri, yaitu sejumlah teretentu yang dalam ilmu fiqih disebut nishab sebagaimana yang dijelaskan oleh hadist-hadist Nabi Saw. dalam masalah nishab harta yang wajib dizakati.
4. Lebih dari kebutuhan biasa, hal inilah yang menandai bahwa seseorang bisa disebut kaya dan menikmati kehidupan yang tergolong mewah apabila ia mempunyai harta yang melebihi dari kebutuhan pokok/rutin.
5. Bebas dari hutang, pemilikan sempurna yang dijadikan persyaratan wajib zakat dan harus lebih dari kebutuhan primer di atas haruslah pula cukup satu nisab yang sudah bebas dari hutang bila pemilik mempunyai hutang yang menghabiskan atau mengurangi jumlah senisab itu zakat tidaklah wajib.
6. Haul (berlalu 1 tahun), maksudnya adalah bahwa pemilikan yang berada di tangan si pemilik sudah berlalu masanya sampai duabelas bulan Qamariyah. Persyaratan setahun ini hanya berlaku buat ternak uang dan harta perniagaan yaitu kelompok harta yang dapat dimasukkan ke dalam istilah “zakat modal”.
       Adapun syarat untuk setiap harta yang wajib dizakati sebagai berikut:
1.      Binatang ternak
a.       Islam, orang yang bukan Islam, walaupun mempunyai hewan ternak tersebut tidak wajib atasnya untuk zakat.
b.      Merdeka, hamba tidak wajib berzakat.
c.       Milik yang sempurna, sesuatu yang dimiliki belum sempurna tidak wajib dikeluarkan zakatnya.
d.      Cukup senisab, (sperti keterangan di atas).
e.       Sampai setahun lamanya dipunyai.
f.       Digembalakan di rumput yang mubah; binatang yang diambil makanannya tidak wajib zakat.
2.      Emas dan Perak
a.       Islam.
b.      Merdeka.
c.       Milik yang sempurna.
d.      Sampai senisab.
e.       Sampai satu tahun disimpan.
3.      Biji makanan yang mengenyangi
a.       Islam.
b.      Merdeka.
c.       Milik yang sempurna.
d.      Sampai nisabnya.
e.       Biji makanan itu di tananam oleh manusia.
f.       Biji makanan itu mengenyangi dan tahan di dimpan lama.[7]
4.      Buah-buahan
a.       Islam.
b.      Merdeka.
c.       Milik yang sempurna.
d.      Nisab (sampai senisab)
5.      Harta perniagaan
a.       Islam.
b.      Merdeka.
c.       Milik yang sempurna.
d.      Sampai senisab.
e.       Sampai satu tahun disimpan.

D. Pengelolaan Zakat
            Dalam hal ini dengan begitu tingginya nilai dan tujuanzakat, maka satu-satunya pelaksanaan rukun islam yang disebutkan secara langsung ada petugasnya adalah zakat. Seperti tergambar dalam QS. Al-Taubah: 60 dan 103.
انما الصدقت للفقرآء والمسكين والعملين عليها والمؤلفة قلوبهم وفى الرقاب والغرمين وفى سبيل الله وابن السبيل فريضة من الله  والله عليم حكيم
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang kafir, orang-orang miski, pengurus-pengurus zakat, para mu’alaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”(QS. Al-Taubah : 60).
خذ من أمولهم صدقة تطهرهم وتزكيهم بها وصل عليهم  ان صلوتك سكن لهم  والله سميع عليهم
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendo’alah untuk mereka. Sesungguhnya do’a kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Taubah: 103).
       Dalam surat al-Taubah ayat 60 tersebut dikemukakan bahwa salah satu golongan yang berhak menerima zakat (mustahiq zakat) adalah orang-orang yang bertugas mengurus urusan zakat (‘amiliina ‘alaiha). Sedangkan dalam surat al-Taubah ayat 103 dijelaskan bahwa zakat itu diambil dari orang-orang yang berkewajiban untuk berzakat (muzakki) untuk kemudian diberikan kepada mereka yang berhak menerimanya (mustahiq). Yang mengambil dan menjemput tersebut adalah para petugas (‘amil). Imam Qurtubi ketika menafsirkan ayat tersebut (al-Taubah: 60) menyatakan bahwa amilitu adalah orang-orang yang ditugaskan (diutus oleh imam atau pemerintah) untuk mengambil, menuliskan, menghitung dan mencatat zakat yang diambilnya dari para muzakki untu kemudian diberikan kepada yang berhak menerimanya (mustahiq).[8]
       Dalam prespektif fiqh ibadah zakat bersifat qadha’i yaitu ibadah yang memerlukan penanganan petugas. Karena jika tidak dilaksanakan, maka da hak orang lain yang secara langsung terambil, yaitu hak para mustahiq. Berbeda dengan ibadah shaum dan shalat yang sering disebut dengan dayyaniy, yaitu tidak dilaksanakan berdasar kepada Allah SWT, tetapi tidak ada hak orang lain yang terambil.
       Supaya zakat tekelola dengan baik maka kita harus tahu dengan pengelolaannya. Pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan terhadap pengumpulan dan pendistribusian serta pendayagunaan zakat. Jadi dalam pengelolaan zakat dapat dipikirkan cara-cara pelaksanaannya dengan ilmu pengetahuan yang sesuai dengan tujuan zakat ialah meningkatkan taraf hidupanggota masyarakat yang lemah ekonimi dan mempercepat kemajuan agama islam menuju tercapainya masyarakat yang adil, maju dan makmur diridhoi Allah SWT.
       Organisasi dalam pengelolaan zakat berdasarkan pasal 6, 7, 8, 9, 10 No. 38 Tahun 1999 jo. Pasal 1 s.d pasal 12, pasal 21, 22, 23 dan 24 KMA No. 581 tahun 1999, organisasi pengelolaan zakat dapat dilakukan oleh Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ).
       BAZ dan LAZ mempunyai tugas pokok mengumpulkan, mendistribusikan dan mendayagunakan zakat sesuai dengan ketentuan agama. Dalam melaksanakan tugasnya LAZ dan BAZ bertanggung jawab kepada pemerintah sesuai dengan tingkatannya (pasal 8 dan 9 undang-undang jo. Pasal 1 KMA).
E. Perbedaan Antara Zakat dengan Pajak
Pajak, menurut definisi para ahli keuangan, ialah kewajiban yang ditetapkan terhadap wajib pajak, yang harus disetorkan kepada negara sesuai dengan ketentuan, tanpa mendapat prestasi kembali dari negara, dan hasilnya untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum di satu pihak dan untuk merealisir sebagian ekonomi, sosial, politik dan tujuan-tujuan lain yang ingin dicapai oleh negara.[9]
Adapun zakat menurut para ahli fiqih ialah hak tertentu yang diwajibkan Allah s.w.t. terhadap harta kaum Muslimin yang diperuntukkan bagi mereka, yang dalam Al-Qur’an disebut kalangan kaum fakir miskin, dan mustahik lainnya, sebagai tanda syukur atas nikmat Allah s.w.t. dan untuk mendekatkan diri kepadaNya, serta untuk membersihkan diri dan hartanya.
Adapun segi perbedaan antara zakat dan pajak dalam ulasan sebagai berikut :
1.      Dari Segi Nama
Kata zakat menurut bahasa berarti suci-tumbuh dan berkah. Bila dikatakan zakat nafsuh artinya, jiwanya bersih. Zakaz-zar’u artinya, tanaman itu tumbuh. Zakati-Buq’ah artinya, tanah itu berkah. Syariat Islam memilih kata tersebut (zakat) untuk mengungkapkan arti dari bagian harta yang wajib dikeluarkan untuk fakir miskin dan para mustahik lainnya. Kata tersebut memiliki gambaran yang indah dalam jiwa, berbeda dengan gambaran pajak. Sebab kata dharibah (pajak) diambil dari kata dharaba, yang artinya utang, pajak tnah tau upeti dan sebagainya. Yaitu sesuatu yang mesti dibayar, sesuatu yang menjadi beban.[10]
2.      Mengenai Hakikat dan Tujuannya
Diantara segi perbedaan antara zakat dan pajak ialah, bahwa zakat itu ibadah yang diwajibkan kepada orang Islam, sebagai tanda syukur kepada Allah s.w.t. dan mendekatkan diri kepadaNya. Adapun pajak adalah kewajiban dari negarasemat-mata yang tidak ada hubungannya dengan makna ibadat dan pendekatan diri.
3.      Mengenai Batas Nisab dan Ketentuannya
Zakat adalah hak yang ditentukan oleh Allah, sebagai pembuat syariat dialah yang menentukan batas-batas nisab bagi setiap macam benda dan membebaskan kewajiban itu terhadap harta yang kurang dari senisab. Berbeda dengan pajak yang tergantung pada kebijaksanaan penguasa baik mengenai objek, prosentase, harga dan ketentuannya. Bahkan ditetapkan atau dihapuskannya pajak itu tergantung pada penguasa, sesuai dengan kebutuhan.
4.      Mengenai Kelestarian dan Kelangsungannya
Zakat adalah kewajiban yang bersifat tetap dan terus-menerus. Ia akan berjalan terus selagi Islam dan kaum Muslimin ada di muka bumi ini. Adapun pajak, tidak memiliki sifat yang tetap dan terus-menerus, baik mengenai macam, prosentase dan kadarnya.
5.      Mengenai Pengeluarannya
Zakat mempunyai sasaran khusus yang ditetapkan oleh Allah s.w.t. Adapun pajak dikeluarkan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum negara, sebagaimana ditetapkan pengaturannya oleh penguasa.[11]
6.      Hubungannya dengan Penguasa
Dari sini dapat diketahui, bahwa pajak selalu berhubungan antara wajib pajak dengan pemerintah yang berkuasa. Karena pemerintahan yang mengadakan, maka pemerintah pula yang memungutnya dan membuat ketentuan wajib pajak. Adapun zakat adalah hubungan antara pezakat dengan tuhannya. Allahlah yang memberinya harata dan mewajibkan membayar zakat, semata-mata karena mengikuti perintah dan mengharap ridhaNya.[12]


7.      Maksud dan Tujuan
Zakat memiliki tujuan spiritual dan moral yang lebih tinggi dari pajak. Tujuan itu cukup jelas ditegaskan dalam firman Allah s.w.t. mengenai keadaan pemilik harta yang berkewajiban mengeluarkan zakat. FirmanNya:

خذ من أمولهم صدقة تطهرهم وتزكيهم بها وصل عليهم  ان صلوتك سكن لهم 

 “Ambillah sedekah dari sebagian harta mereka, dengan sedekah itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan berdoalah buat mereka, sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka”.
Pajak sendiri tidak memiliki tujuan luhur seperti zakat. Para ahli keuangan berabad-abad lamanya menolak adanya tujuan lain pada pajak. Selain untuk menghasilkan pembiayaan (uang) untuk mengisi kas negara. Pajak pula sebagai alatuntuk mencapai tujuan ekonomi dan sosial tertentu, seperti anjuran untuk derma, menabung, penghematan biaya, barang-barang mewah atau untuk mengurangi perbedaan si kaya dan si miskin dan lain-lain.[13]

F. Hikmah Pelaksanaan Zakat
       Guna zakat sangat penting dan banyak, baik terhadap si kaya atau terhadap si miskin maupun terhadap masyarakat umumnya, diantaranya :
1. Menolong orang yang lemah dan yang susah, agar dia dapat menunaikan kewajibannya terhadap kepada Allah dan terhadap makhluk Allah (masyarakat).
2. Membersihkan diri daripada sifat kikir dan akhlak yang tercela, serta mendidik diri agar bersifat mulia dan pemurah dengan membiasakan membayarkan amanat kepada orang yang berhak dan berkepentingan.
3. Sebagai ucapan syukur dan terimakasih atas ni’mat  kekayaan yang diberikan kepadanya. Tidak syak lagi bahwa berterimaksih yang diperlihatkan oleh yang diberi kepada yang memberi, adalah suatu kewajiban yang terpenting menurut arti kesopanan.
4. Guna menjaga kejahatan-kejahatan yang akan timbul dari si miskin dan yang susah. Betapa tidak, kita lihat sendiri sehari-hari, betapa hebat perjuangan hidup, berapa banyak orang yang baik-baik, tetapi, menjadi penjahat besar, lalu merusak masyarakat bangsa dan negara.
     Firman Allah s.w.t. :
ولا يحسبن الذين يبخلون بما اتهم الله من فضله هو خيرا لهم بل هو شرلهم.
     ,,Janganlah menduga orang-orang yang kikir dengan harta yang dikaruniakan Allah kepadanya itu, akan menjadi kebaikan bagi mereka; bahkan menjadi kejahatan dan kerusakan bagi mereka”. Al Imran 180.
5. Guna mendekatkan hubungan kasih-sayang dan cinta mencintai antara si miskin dengan si kaya; rapatnya hubungan tersebut akan membuahkan beberapa kebaikan dan kemajuan serta berfaedah bagi kedua golongan dan masyarakat umumnya.

BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
       Dari makalah zakat yang telah kita tulis ini yang mencoba untuk  memaparkan pengertian, tujuan, dasar hukum, tata cara mengelola sampai hikmah dari zakat, maka dapat disimpulkan :
1.      Zakat mengandung arti kesuburan, kesucian, dan keberkahan, sedangkan menurut syara’ zakat adalah memberikan atau mngeluarkan bagian tertentu dari harta yang dimiliki menurut syarat-syarat atauketentuan agama.
2.      Tujuan zakat sendiri untuk mensyukuri nikmat Allah, meringankan beban fakir miskin, mengurangi kejahatan dalam masyarakat, menumbuhkan sikap kasih sayang sesama dan menghilangkan sifat kikir, menenangkan hati orang yang baru masuk Islam.
3.      Macam-macam zakat menurut garis besarnya dibagi menjadi dua: pertama zakat mal(zakat harta), yang kedua zakat fitrah (zakat jiwa).
4.      Dasar hukum kewajiban zakat, Allah meenegaskan dalam firmanNya: (Qs. An-Nur: 56) jadi zakat itu hukumnya adalah wajib oleh karena itu menjadi salah satu dari rukun Islam yang lima. Bila seorang telah memenuhi syarat-syarat untuk berzakat, sedangkan ia enggan untuk mengeluarkan zakatnya makaberdosalah ia.
5.      Barang-barng yang wajib di zakati adalah biji-bijian yang menjadi makanan utama, buah-buahan, binatang ternak, emas dan perak, harta perniagaan dan harta terpendam.
6.      Adapun syrat-syarat wajib zakat secara garis besar adalah, Islam dan merdeka.
2. Saran
     Dengan kita mengetahui seluk beluk zakat, sebagai Muslim harus berpartisipasi mengikuti kegiatan zakat ini, memajukan dan mengelola zakat sebaik mungkin untuk kemaslahatan umat Muslim



















DAFTAR PUSTAKA

Qadhawi, Yusuf al.Hukum Zakat, Jakarta: Litera Antar Nusa dan Mizan, 1999.
Abidah, Atik. Zakat Filantropi Dalam Islam, STAIN Ponorogo Press, 2011.
Rasjid, Sulaiman. Fiqih Islam, Cet 18. Jakarta: Attahiriyah, 1981.
Sabiq, Sayyid. Fikih Sunnah, Cet 10. Bandung: Alma’arif, 1996.
Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam. Syari’ah Fiqih, Jakarta, 1986.





[1] Al-Qur’an dan Terjemahnya
[2] Atik Abidah, Zakat Filantropi Dalam Islam(STAIN Ponorogo Press, 2011), 15.
[3] Ibid, hal.18
[4] Atik Abidah, Zakat Filantropi Dalam Islam (STAIN Ponorogo Press, 2011), 19-20.
[5] H.Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, (Jakarta: Attahiriyah, 1981), 192.
[6] H.Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, (Jakarta: Attahiriyah, 1981), 193.
[7] H.Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, (Jakarta: Attahiriyah, 1981, Lihat Paroan Sawah), 193.
[8] Atik Abidah, Zakat Filantropi Dalam Islam (STAIN Ponorogo Press, 2011), 33.
[9]Lihat, Yusuf Qardhawi, Hakikat Pajak dan Zakat,(Jakarta: Litera Antar Nusa dan Mizan, 1999), 999.
[10] Ibid, 1001.
[11] Ibid, 1003.
[12] Ibid, 1004.
[13] Ibid, 1005.

Comments

Popular Posts