EKONOMI ISLAM


ASPEK EKONOMI ZAKAT DAN DASAR YURIDISNYA
Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Hukum Ekonomi Syari’ah






Disusun Oleh SM.D
(Kelompok 3):
Muhamad Rifa’i                    (210215112)
Muhammad Nur Rohim       (210215131)

Dosen Pengampu:
Muchtim Humaidi, M. IRKH.

JURUSAN MUAMALAH
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
 (IAIN) PONOROGO
APRIL 2017



BAB I
PENDAHULUAN

Dalam pandangan ahli fiqih pembahasan tentang zakat merupakan suatu bagian dari pembahasan hukum Islam. Zakat adalah ibadah yang mengandung dua dimensi, dimensi hablum minallah dan dimensi hablum minannas ibadah zakat bila ditunaikan dengan baik, akan meningkatkan kualitas keimanan, membersihkan dan menyucikan jiwa, dan mengembangkan serta memberkahkan harta yang dimiliki. Jika, dikelola dengan baik dan amanah serta mampu meningkatkan etos dan etika kerja umat, serta sebagai institusi pemerataan ekonomi.
Zakat merupakan bagian dari rukun Islam yang ketiga dan merupakan suatu sumber pokok dalam penataan ekonomi di dalam Islam. Ekonomi yang berintikan zakat akan memunculkan sifat tazkiyah yaitu ekonomi yang dipenuhi dengan nilai-nilai zakat yaitu nilai kebersihan, kejujuran, keadilan, pertumbuhan, dan perkembangan serta penghormatan terhadap harkat dan martabat manusia.
Masalah-masalah pokok ekonomi mencakup pilihan-pilihan yang berkaitan dengan konsumsi, produksi, distribusi dan pertumbuhan sepeanjang waktu. Jika zakat mampu dikelola dengan baik dan didayagunakan dengan baik dan merata akan menjadikan sistem ekonomi menjadi adil dan stabil dan akan memperkecil jurang antara orang kaya dan miskin.
Oleh karena itu, dalam makalah ini kami akan mensajikan kajian-kajian ilmiah tentang aspek ekonomi dalam zakat serta dasar yuridisnya. Karena ini dianggap penting dalam kajian syariah muamalah.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Aspek Ekonomi dalam Zakat
Secara bahasa zakat berarti an-numu wa az-ziyadah (tumbuh dan bertambah). Kadang dipakaikan dengan makna ath-thaharah (suci) dan al-berkah (berkah).[1]
Zakat merupakan salah satu ketetapan Allah menyangkut harta. Untuk itu Allah menjadikan harta benda sebagai sarana kehidupan untuk manusia seluruhnya, maka ia harus diarahkan guna kepentingan bersama.
Gerakan zakat ini sangat berimplikasi dan andil dalam menetukan pada kebangkitan peradaban Islam dalam arti yang luas. Zakat, memeberikan momentum lahirnya ekonomi Islam sebagai alternatif bagi ekonomi kapitalistik yang pada saat ini mengeuasai perekonomian global. Oleh karena itu, kebangkitan paling penting dalam Islam sebenarnya adalah kebangkitan ekonomi berintikan zakat, dan ini sangat relevan dengan kebutuhan umat sekarang ini. Gerakan zakat ini adalah gerakan kemaanusiaan disamping dari segi ekonomi juga, dan juga upaya dalam mempercepat pembangunan danpembinaan sumber daya dikalangan ummat Islam, karena sumber daya manusia (SDM) memiliki peranan penting bagi tercapainya kebangkitan ummat Islam.[2]
Zakat memiliki peranan penting dalam upaya pengentasan kemiskinan atau pembangunan ekonomi. Berbeda dengan sumber keuangan untuk pembangunan yang lain, zakat tidak memiliki dampak balik apapun kecuali ridha dan mengharap pahala dari Allah SWT semata. Namun demikian, bukan berarti mekanisme zakat tidak ada sistem kontrolnya. Nilai strategis zakat dapat dilihat melalui:
1.      Zakat merupakan panggilan agama, karena merupakan cerminan dari keimanan seseorang.
2.      Sumber keuangan zakat tidak akan pernah berhenti. Artinya orang yang membayar zakat tidak akan pernah habis dan yang telah membayar setiap tahun atau periode waktu yang lain akan terus membayar.
3.      Zakat secara empirik dapat mneghapus kesenjangan sosial dan sebaliknya dapat mneciptakan redistribusi aset dan pemetaan pembangunan.[3]
Konsep zakat mempunyai relevansi dengan sistem ekonomi kerakyatan yang  menguntungkan umat Islam dan dapat memberdayakan perekonomiannya. Melihat manfaat dan potensi zakat yang dapat dijadikan modal dalam membangun bangsa terutama untuk peningkatan taraf hidup masyarakat dan sebagai sumber dana bagi hasil penyediaan fasilitas umum lainnya. Oleh itu sekiranya pemerintah menciptakan sistem pengelolaan zakat dengan sebaik-baiknya, karena berpotensi besar dalam hal, antara lain:
1.      Untuk menata sistem pengelolaan dan pendayagunaan secara produktif dan profesional.
2.      Sebagai sarana pendukung dalam menanggulangi kemiskinan dan keterbelakangan yang melanda bangsa Indonesia dewasa ini, dan
3.      Sebagai sarana dalam upaya memberdayakan sistem ekonomi kerakyatan yang tazkiyah dari dana zakat.[4]
Zakat sebagai rukun Islam merupakan kewajiban setiap muslim yang mampu untuk membayarnya dan diperuntukkan bagi mereka yang berhak menerimanya. Dengan pengelolaan yang baik, zakat merupakan semberdana potensial yang dapat dimanfaatkan untuk memajukan kesejahteraan umum bagi seluruh masyarakat
Dalam hal ini maka tujuan dari zakat sebenarnya sangatlah baik yaitu mempunyai peranan penting sekali dalam pembangunan ekonomi disamping dalam ibadah. Bahkan zakat dapat menjadi kekuatan ekonomi rakyat yang kokoh jika ditangani dengan profesional disertai kesadaran penuh oleh muzaki.[5]
Dengan menegetahui bahwasanya zakat sangat berpotensi terhadap kesejahteraan masyarakat maka bentuk pelaksanaannya ada dua model, yaitu dengan zakat konsumtif dan zakat produktif. Bial dikaitkan dengan pembahasan ini maka zakat produktif lebih efektif dalam mengentaskan kemiskinan dan menciptakan kesejahteraan bagi golongannya.[6]
Dana zakat dapat didayagunakan secara produktif dengan cara, yaitu:
1.      Berdasarkan skala prioritas kebutuhan mustahiq, tidak semua asnaf menerima bantuan.
2.      Dimanfaatkan untuk usaha produktif.
Dana BAZ didayagunakan dengan persyaratan:
1.         Hasil pendataan dan penelitian kebenaran mustahiq 8 asnaf.
2.         Mendahulukan orang-orang yang paling tidak berdaya memenuhi kebutuhan dasar secara ekonomi dan sangat memerlukan bantuan.
3.         Mendahulukan mustahiq dalam suatu wilayah.
Pendayagunaan dana BAZ untuk usaha produktif dilakukan berdasarkan persyaratan sebgai berikut:
1.      Terdapat usaha-usaha nyata yang berpeluang menguntungkan.
2.      Ditasyarufkan melalui Koperasi Dhuafa yang pendiriannya telah dibidani oleh BAZ.
Dengan demikian maka zakat akan selaras dengan definisi ekonomi syariah yaitu perekonomian yang bertujuan mengkaji kesejahteraan manusia yang dicapai melalui pengorganisasian sumber-sumber alam berdasarkan kooperasi dan partisipasi.[7]

B.     Landasan Yuridis Ekonomi  Zakat
1.    Al-Qur’an
a.    Al-Baqarah: 110
Artinya:
“Dan Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya Alah Maha melihat apa-apa yang kamu kerjakan”.
b.    At-Taubah: 60[8]
Artinya:
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan)”.
c.    At-Taubah: 103
Artinya:
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan[658] dan mensucikan[659] mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui”.



2.    Hadist Nabi
Dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah SAW ketika mengutus Mu’az ke Yaman, ia bersabda: “Sesungguhnya engkau akan datang ke satu kaum dari Ahli Kitab, oleh karena itu ajaklah mereka untuk bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan sesungguhnya aku adalah utusan Allah. Kemudian jika mereka taat kepadamu untuk ajakan itu, maka beritahukannlah kepada mereka, bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka atas mereka salat lima kali sehari semalam; lalu jika mereka mentaatimu untuk ajakan itu, maka beritahukanlah kepada mereka, bahwa Allah telah mewajibkan zakat atas mereka, yang diambil dari orang-orang kaya mereka; kemudian jika mereka taat kepadamu untuk ajakan itu, maka berhati-hatilah kamu terhadap kehormatan harta-harta mereka, dan takutlah terhadap doa orang yang teraniaya, karena sesungguhnya antara doa itu dan Allah tidak hijab (pembatas)”.

3.    Hukum Nasional
a.    UU No. 38 Tahun 1999.Tentang Prngelolaan Zakat.[9]
          Undang-undang No. 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat adalah mengoptimalkan pendistribusian zakat yang bertujuan pemerataan ekonomi dan pembangunan, tetapi perlu ditopang dengan suatu badan Pengelola Zakat yang modern dan profesional.
                      Zakat dengan segala posisi, fungsi dan potensi yang terkandung di dalamnya dapat berperan secara positif-progressif dalam gerakan ekonomi kerakyatan. Didalamnya terdapat unsur kesejahteraan bersama, seperti yang tercantum dalam pasal 33, 27 ayat (2) dan pasal 34 UUD 1945. Bahkan secara lebih luas, dana zakat dapat didistribusikan bagi sektor permodalan tanpa bunga dalam berbagai usaha-usaha ekonomi produktif.

b.    UU 23 TAHUN 2011 Tentang Pengelolaan Zakat.
Di dalam KHI di jelaskan mengenai pengelolaan zakat dan pengertian zakat itu sendiri, yaitu seperti yang tertera dalam pasal 1, undang-undang no.23 tahun 2011 :
Ayat 1 “Pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengoordinasian dalam pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat.”
Ayat 2 “Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam.”

 4.  Kelembagaan ZIS di Indonesia
Kelembagaan zakat di Indonesia diatur dalam Bab III UU Nomor 38 Tahun 1999[10], meliputi badan amil zakat dan lembaga amil zakat. Badan amil zakat (BAZ) merupakan organisasi pengelola zakat yang dibentuk oleh pemerintah, dari level pemerintah pusat sampai kecamatan. Badan amil zakat pada semua tingkatan tersebut mempunyai hubungan kerja yang bersifat koordinatif, konsultatif dan informatif. Pengurus BAZ yang meliputi unsur pertimbangan, pengawas dan pelaksana dapat berasal dari unsur pemerintah maupun masyarakat. Sedangkan lembaga amil zakat (LAZ) merupakan organisasi pengelola zakat yang dibentuk oleh masyarakat, yang dikukuhkan, dibina dan dilindungi pemerintah. Baik BAZ maupun LAZ bertugas untuk mengumpulkan, mendistribusikan dan mendayagunakan zakat sesuai ketentuan agama. Selain zakat, BAZ dan LAZ dapat mengelola dana infaq, sedekah, wasiat, waris dan kafarat. Dalam menjalankan tugasnya, BAZ dan LAZ bertanggungjawab pada pemerintah sesuai tingkatannya. Khusus BAZNAS atau Bazda berkewajiban menyampaikan laporan keuangan tahunan pada DPR atau DPRD.
Pengaturan teknis kelembagaan, susunan organisasi dan tata kerja organisasi pengelola zakat diatur dalam Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 581 tahun 1999 tentang Pelaksanaan UU No.38 tahun 1999 dan Keputusan Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji Nomor D/291 tahun 2000 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat. Berdasarkan Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 581 tahun 1999, persyaratan teknis yang harus dipenuhi oleh lembaga zakat, yaitu berbadan hukum, memiliki data muzakki dan mustahik, memiliki program kerja yang jelas, memiliki pembukuan yang baik, dan melampirkan surat pernyataan bersedia diaudit.
Meskipun demikian, pengaturan kelembagaan zakat ini lebih bersifat kelembagaan internal berupa bentuk dan administrasi lembaga, manajemen dan sanksi bagi lembaga zakat yang lalai. UU Zakat lebih bersifat mengatur organisasi pengelola zakat, bukan pengaturan zakat secara umum dan menyeluruh. Sehingga kelembagaan zakat dalam lingkup kebijakan ekonomi publik belum terbentuk. Mekanisme sistem zakat masih sepenuhnya di bawah Departemen Agama. Padahal, mempertimbangkan fungsi sosial ekonominya zakat hendaknya juga berada di bawah otoritas ekonomi, atau minimal di bawah otoritas kesejahteraan sosial.





BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari makalah yang sudah dipaparkan diatas dapat diambil kesimpulan bahwasanya, zakat merupakan fasilitas yang akan memberikan kesuksesan bagi manusia dalam mengemban amanat kekhalifahannya dan menjaga kemuliaan sert memelihara kehormatannya. Sebab semakin jauh jarak atau jurang pemisah antara kelompok kaya dan kelompok miskin, akan lebih terbuka kemungkinan manusia mengalami kehancuran, yang kaya akan hancur dengan keangkuhan, sementara yang miskin akan hancur oleh ketidaksabaran dalam keterpurukan.






DAFTAR PUSTAKA

Abidah, Atik. Zakat Filantropi Dalam Islam. Ponorogo: Stain PO Press, 2011.
Kementrian Agama R.I, Petunjuk Pelaksanaan Pemberdayaan Zakat. Penyenggara Zawa Kantor Kementrian Kabupaten Madiun, 2010.
Permono, Sjechul Hadi. Formula Zakat Menuju Kesejahteraan Sosial. Surabaya: CV Aulia, 2005.
Pradja, Juhaya S. Ekonomi Syariah. Bandung: CV. Pustaka Setia, 2012.
Ridwan, Muhammad. Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil (BMT). Yogyakarta: UII Press, 2005.
Rozalinda. Fiqih Ekonomi Syariah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2016.



[1] Rozalinda, Fiqih Ekonomi Syariah (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2016), 324.
[2] Atik Abidah, Zakat Filantropi Dalam Islam (Ponorogo: Stain PO Press, 2011), 2.
[3] Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) (Yogyakarta: UII Press, 2005), 189-190.
[4] Ibid., 4.
[5] Kementrian Agama R.I, Petunjuk Pelaksanaan Pemberdayaan Zakat (Penyenggara Zawa Kantor Kementrian Kabupaten Madiun, 2010), 1.
[6] Sjechul Hadi Permono, Formula Zakat Menuju Kesejahteraan Sosial (Surabaya: CV Aulia, 2005), 274.
[7] Juhaya S.Pradja, Ekonomi Syariah (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2012), 56.
[8] Rozalinda, Fikih, 325.
[9] Atik, Zakat, 3-14.
[10] Ibid.

Comments

Popular Posts