HUKUM PERBANKAN (HUKUM DAGANG)
HUKUM
PERBANKAN
A.
PENGERTIAN
Menurut Munir
Fuady, “Hukum perbankan adalah seperangkat kaidah hukum dalam bentuk
peraturan perundang-undangan, yurisprudensi, doktrin, dan lain-lain sumber
hukum, yang mengatur masalah-masalah perbankan sebagai lembaga, dan aspek
kegiatannya sehari-hari. Selain juga berkaitan dengan rambu-rambu yang harus
dipenuhi oleh suatu bank, perilaku petugas-petugasnya, hak, kewajiban, tugas dan
tanggungjawab para pihak yang tersangkut dengan bisnis perbankan, apa yang
boleh dan tidak boleh dilakukan oleh bank, eksisteni perbankan, dan lain-lain
yang berkenaanm dengan dunia perbankan”. Di Indonesia terkait dengan
masalah bank diatur dalam Undang-Undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
No. 10 Tahun 1998. Berkaitan dengan pengertian bank pasal 1 dan pasal 2
Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 merumuskan bahwa bank adalah badan usaha yang
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada
masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Sedangkan sesuai pasal 3 menyebutkan fungsi Perbankan di Indonesia yaitu
sebagai perhimpunan dan penyalur dana masyarakat. Kemudian pada Pasal 4
dijelakan tujuan Perbankan Indonesia adalah menunjang pelaksanaan pembangunan
nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan
stabilitas nasional kearah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.
B.
Departemen
Hukum Perbankan
1.
Peraturan
Perbankan Tahun 1967
Pada tanggal
30 Desember 1967 oleh Pemerintah RI dan DPR GotongRoyong (DPR-GR) telah
dikeluarkan UU No.14 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perbankan (UUP), sebagai
berikut :
a.
Negara kita
adalah Negara yang agraris yaitu perlu dibangun untuk memperbesar produksi dan
yang menyagkut langsung di bidang industry, prasarana dan kesehatan serta
kesejahteraan Rakyat.
b.
Dalam rangka
pembangunan tat perekonomian Nasional perlu diadakan penilaian kemabali
terhadap tata perbankan yang sekarang berlaku sesuai dengan jiwa Ketetapan MPR
No. XXIII/MPRS/1966.
c.
Berhubungan
dengan itu perlu segera mengatur kembali tata perbankan supaya dapat lebih
dimanfaatkan untuk kepentingan perkembangan ekonomi dan moneter.
d.
Oleh karenanya
perlu ditepakan ketentuan-ketentuan pokok mengenai perbankan dengan suatu
Undang-Undamg.
2.
Landasan Hukum
Penyusunan Undang-Undang No.14 Tahun 1967
Antara lain :
a.
Undang-Undang
Dasar 1945 Pasal 23 dan Pasal 33.
b.
Ketetapan MPRS
No. XXIII/MPRS/1966 pasal 55.
c.
Diktum
Undang-Undang No. 14 Tahun 1967.
Dengan
demikian sejak berlakunya UU No. 14 Tahun 1967 pada tanggal 30 Desember 1967,
maka kedua perundang-undangan tersebut tidak berlaku lagi.
C.
Jenis dan
Usaha
1.
Jenis dan
Macam Lembaga Perbankan menurut UU pokok Perbankan No. 14/1967
a.
Bank Sentral
ialah Bank Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam UUD 1945, dan yang selanjutnya akan diatur denagn Undang-Undang
No.13 tahun 1968.
b.
Bank Umum
ialah bank yang dalam pengumpulan dananya terutama menerima simpanan dalam
bentuk giro dan deposito dan dalam usahanya terutama memberikan kredit jangka
pendek.
c.
Bank Tabungan
ialah bank yang dalam pengumpulannya dananya terutama menerima simpanan dalam
bentuk tabungan dan dalam usahanya terutama memperbungakan dananya dalam kertas
berharga.
d.
Bank
Pembangunan ialah bank yang dalam pengumpulan dananya terutama menerima
simpanan dalam bentuk deposito dan atau mengeluarkan kertas berharga jangka
menengah dan panjang dan dalam usahanya terutama memberikan kredit jangka
menengah dan jangka panjang di bidang pembangunan.
2.
Usaha-Usaha
Bank menurut UU No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan
Kegiatan usaha
yang dapat dilakukan oleh Bank Umum menurut pasal 6 adalah sebagai berikut :
a.
Menghimpun
dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka,
sertifikat deposito, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan
itu.
b.
Memberikan
kredit.
c.
Menerbitkan
surat pengakuan utang.
d.
Membeli,
menjual, atau menjamin atas resiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas
perintah nasabahnya.
e.
Memindahkan
uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah.
f.
Menerima
pembayaran dan tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan
atau antar pihak ketiga.
g.
Menyediakan
tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga.
h.
Melakukan
kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit, dan kegiatan wali amanat.
i.
Menyediakan
pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan prinsip syaraih, sesuai
dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
D.
Kerahasiaan
Bank
1.
Teori-Teori
Mengenai Rahasia Bank
Menurut Drs.
Muhammad Djumhana, SH., dalam bukunya Hukum Pebankan di Indonesia, terdapat 2 teori mengenai
rahasia bank, yaitu :
a.
Teori rahasia
bank yang bersifat mutlak, yaitu bank mempunyai kewajiban untuk menyimpan
rahasia nasabah yang diketahui bank karena kegiatan usahanya dalam keadaan
apapun, biasa atau dalam keadaan luar biasa.
b.
Teori bank
bersifat nisbi, yaitu bahwa bank diperbolehkan membuka rahasia nasabahnya, bila
untuk kepentingan yang mendesak. Misalnya untuk kepentingan Negara.
2.
Pengertian dan
Ruang Lingkup Rahasia Bank Sebelum Berlakunya UU No.7 Tahun 1992 JO. UU No. 10
Tahun 1998 Tentang Perbankan
Mengenai
pengertian dan ruang lingkup rahasia bank sebelum berlakunya UU No.7 Tahun 1992
jo. UU No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan dapat ditemukan dalam LU No. 23 PrP
1960 tentang Rahasia Bank dan dalam UU No. 14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok
Perbankan.
3.
Menurut UU
No.23 PrP 1960 tentang Rahasia Bank
“Bank tidak
boleh memberikan keterangan-keterangan tentang keadaan keuangan langganannya
yang tercatat padanya dan hal-hal lain yang harus dirahasiakan oleh bank
menurut kelaziman dalam duania perbankan”
4.
UU No.14 Tahun
1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan
“Bank tidak
boleh memberikan keterangan-keterangan tentang keadaan keuangan nasabahnya yang
tercatat padanya dan hal-hal lain yang harus dirahasiakan oleh bank menurut
kelaziman dalam dunia perbankan, kecuali dalam hal-hal yang ditentukan dalam
undang-undang ini”
E.
Sanksi atas
Pelanggaran Ketentuan Rahasia Bank
Pelanggaran
terhadap ketentuan rahasia bank tersebut telah diatur sedemikian rupa dalam UU
No. 10 Tahun 1998 yang berupa ancaman pidana dan denda secara akumulatif.
1.
Menurut ketentuan
Pasal 47 ayat (1) diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 tahun dan
paling lama 4 tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp.10.000.000.000 (sepuluh
miliar rupiah) dan paling banyak Rp.200.000.000.000 (dua ratus miliar rupiah).
2.
Pasal 47 ayat
2 menentukan ancaman dengan penjara sekurang-kurangnya 2 tahun dan paling lama
4 tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp.4.000.000.000 (empat miliar rupiah)
dan paling banyak Rp.800.000.000.000 (delapan ratus miliar rupiah).
F.
Hubungan Bank
dan Nasabah
Ada dua
hubungan hukum antara bank dan nasabah yaitu :
1.
Hubungan hukum
antara bank dan nasabah penyimpan dana.
Bank menempatkan dirinya sebagai
peminjam dana milik masyarakat yang muncul dari produk-produk perbankan seperti
deposito, tabungan, giro, dls.
2.
Hubungan hukum
antara bank dan nasabah debitur.
Bank sebagai lembaga penyedia dana
bagi para debiturya, bentuknya dapat berupa pemberian kredit.
G.
Asas-asas
Khusus Hubungan Bank dan Nasabah
Asas-asas khusus dalam hubungan
anatara bank dan nasabah ada 3 yaitu :
1.
Hubungan
Kepercayaan (Fiduciart Relation)
Artinya nasabah penyimpan dana
hanya bersedia menyimpan dananya pada suatu bank, apabila nasabah percaya
krpada bank yang bersangkutan dan mampu untuk membayar kembali dana apabila
ditagih.
2.
Hubungan
Kerahasiaan (Confidentional Relation)
Adapun yang menjadi alasan adanya
rahasia bank karena sebagai lembaga keuangan bank harus mendapatkan kepercayaan
dari masyarakat, dan kepercayaan masyarakat tersebut akan lahir apabila semua
data hubungan antara nasabah dan bank tersebut dapat tersimpan secara tertutup
atau rahasia atau adanya jaminan bahwa pengetahuan bank tentang simpanan dan
keadaan keuangan nasabah tidak akan disalah gunakan.
3.
Hubungan
Kehati-hatian (Prudential Relation)
Prinsip kehati-hatian dalam
Undang-Undang No.7 tahun 1992 tentang Perbankan diatur dalam pasal 2, pasal 29
ayat 3 dan 4 dan Penjelasan Umum.
Undang-Undang tersebut menegaskan
bahwa sekalipun uang yang disimpan oleh nasabah penyimpanan dana telah menjadi
milik bank sejak disetorkan dan selama dalam penyimpanan bank, bank tidak
mempunyai kebebasan mutlak untuk menggunakan uang itu, tetapi nantinya bank
harus mampu membayar kembali dana masyarakat apabila ditagih oleh penyimpan.
H.
Sumber Dana
Perbankan di Indonesia
Menurut Hermansyah
pada prinsipnya sumber dana dari suatu bank itu terdiri dari :
1.
Dana yang
bersumber dari bank sendiri adalah dana berbentuk modal setoran yang berasal
dari para pemegang saham dan cadangan-cadangan serta keuntungan bank yang yang
belum dibagikan kepada pemegang saham.
2.
Dana yang
berasal dari Bank Indonesia. Dalam dunia perbankan dana yang berasal dari
masyarakat luas terdiri dari :
a.
Simpanan Giro (demand-deposit)
adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan
menggunakan cek, bliyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya.
b.
Deposito (Time
Deposit) diartikan sebagai simpanan pihak ketiga pada bank yang
penarikannya hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu menurut
perjanjian antara pihak ketiga dan bank yang bersangkutan.
c.
Sertifikat
Deposito adalah simpanan dalam bentuk deposito yang sertifikat bukti
penyimpanannya dapat dipindah-tangankan.
d.
Tabungan
diartikan sebagai simpanan pihak ketiga pada bank yang penarikannya dapat
dilakukan menurut syarat-syarat tertentu.
3.
Dana yang
bersumber dari Bank Indonesia sebagai Bank Sentral
Merupakan dana
yang dikucurkan oleh Bank Indonesia melalui fasilitas kredit kepada bank-bank
yang mengalami kesulitan pendanaan jangka pendek dan dijamin dengan agunan yang
berkualitas tinggi dan mudah dicairkan.
4.
Dana yang
bersumber dari lembaga keuangan bank dan dana lembaga keuangan bukan bank.
Antara lain :
a.
Pinjaman antar
bank.
b.
Pinjaman dana
dari luar negeri.
Comments
Post a Comment