UNSUR MANAJEMEN LEMBAGA KUANGAN MIKRO SYARIAH





UNSUR MANAJEMEN LEMBAGA KUANGAN
MIKRO SYARIAH


PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Dalam pandangan ajaran Islam, segala sesuatu harus dilakukan secara rapi, benar, tertib dan teratur. Proses-prosesnya harus diikuti dengan baik. Sesuatu tidak boleh dilakukan secara asal-asalan. Hal ini merupakan prinsip utama dalam ajaran Islam. Rasulullah saw. Bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Thabrani, yang artinya:
“sesungguhnya Allah sangat mencintai orang yang jika melakukan sesuatu pekerjaan, dilakukan secara itqan (tepat, terarah, jelas dan tuntas”
Arah pekerjaan yang jelas, landasan yang mantap dan cara-cara mendapatkannya yang transparan merupakan perbuatan yang dicintai Allah. Oleh karena penjelasan itu maka manajemen lembaga keuangan mikro syariah memiliki unsur dalam melakukan manajemen lembaga tersebut.  
Dengan demikian makalah ini akan membahas tentang unsur manajemen lembaga keuangan mikro syariah yaitu: perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan.

B.  Rumusan Masalah
1.    Apa pengertian dari manajemen?
2.    Bagaimana penjelasan tentang perencanaan?
3.    Bagaimana penjelasan tentang pengorganisasian?
4.    Bagaimana penjelasan tentang pelaksanaan?
5.    Bagaimana penjelasan tentang pengawasan?







PEMBAHASAN
A.  Pengertian manajemen
Menurut Stonner arti dari manajemen adalah suatu proses perencanaan pengorganisasian, kepemimpinan, dan mengendalikan usaha-usaha dari anggota organisasi (manusia) dan dari sumber-sumber organisasi lainnya (materi) untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Menurut Ali Muhammad Taufiq manajemen adalah menginvestasikan manusia untuk mengerjakan kebaikan atau menegerjakan perbuatan yang bermanfaat melalui perantara manusia. [1]
B.  Perencanaan
Perencanaan atau planning adalah kegiatan awal dalam sebuah pekerjaan dalam bentuk memikirkan hal-hal yang terakait dengan pekerjaan itu agar mendapat hasilyang optimal, oleh karenanya perencanaan sebuah keniscayaan, sebuah keharusan sebagai sebuah kebutuhan. Segala sesuatu memperlukan perencanaan.
Dalam konsep manajemen Islam dijelaskan bahwa setiap manusia dan atau organisasi sebaiknya memperhatikan apa yang telah diperbuat pada masa lalu untuk merencanakan hari esok. Allah swt.
$pkšr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$# ©!$# öÝàZtFø9ur Ó§øÿtR $¨B ôMtB£s% 7tóÏ9 ( (#qà)¨?$#ur ©!$# 4 ¨bÎ) ©!$# 7ŽÎ7yz $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ÇÊÑÈ  
 “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”(QS. Al-Hasr: 18).
Suatu perencanaan yang baik dilakukan melalui berbagai proses kegiatan yang meliputi forecasting, objective, policies, programes, procedures dan budget.[2]
1.    Forecasting
Forecasting adalah suatu peramalan usaha yang sistematis, yang paling mungkin memperoleh suatu dimasa yang akan datang dengan dasar penaksiran dan menggunakan perhitungan yang rasional atau fakta yang ada. Fungsi perkiraan adalah memberi informasi sebagai dasar pertimbanagn dalam pertimbangan dalam pengambilan keputusan.
Langkah pertama yang harus dilakukan oleh manajemen perusahaan adalah melakukan peramalan usaha dengan melihat kondisi internal dan eksternal dalam rangka perumusan kebijakan dasar. Kondisi internal meliputi potensi dan fasilitas yang tersedia, distribusi aktiva, posisi dana-dana, pendapatan dan biaya. Sedangkan kondisi eksternal meliputi penelaahan situasi moneter lokal dan internasional, peraturan-peraturan, situasi dan kondisi perdagangan naisonal dan internasional
2.    Objective
Objektif atau tujuan adalah nilai yang akan dicapai atau diinginkan oleh seseorang atau badan usaha. Untuk mencapai tujuan itu dia bersedia memberi pengorbanan atau usaha yang wajar agar nilai-nilai itu terjangkau. Tujuan suatu organisasi harus dirumuskan dengan jelas, realistis dan dapat diketahui oleh semua orang yang terlibat dalam organisasi, agar mereka dapat berpartisipasi dengan penuh kesadaran.
Tujuan manajemen lembaga keuangan syariah tidak hanya meningkatkan kesejahteraan bagi stakeholders, melainkan juga harus mempromosikan dan mengembangkan aplikasi dari prinsip-prinsip Islam, syariah dan tradisinya ke dalam bisnis keuangan dan bisnis lainnya yang terkait. Oleh karena itu aktivitas perencanaan tujuan masa depan harus dilakukan dengan baik, teliti, lengkap dan terinci. Perumusan kebijakan itu haruslah disusun oleh direksi bersama-sama dengan dewan komisaris dan dewan pengawas Syariah, sedangkan perencanaan operasional harus disusun bersama dengan para pejabat yang bertanggung jawab atas pelaksanaan operasional.
3.    Policies
Policies dapat berarti rencana kegiatan (plan of action) atau juga dapat diartikan sebagai suatu pedoman pokok (guiding principles) yang diadakan oleh suatu badan usaha untuk menentukan kegiatan yang berulang-ulang.
Suatu policies dapat dikenal dengan dua macam sifat, yaitu pertama merupakan prinsip-prinsip dan kedua sebagai aturan untuk kegiatan-kegiatan (rules of actions). Oleh karena itu policies merupakan prinsip yang aturan dalam kegiatan yang terus-menerus, setidak-tidaknya selama jangka waktu pelaksanaan rencana suatu organisasi.
Keputusan mengenai suatu policies ditentukan oleh manajemen puncak atau chief executive officer atau Board of directors dari suatu badan usaha. Para manajer bertanggung jawab (accoutable) untuk menafsirkan, menjelaskan dan menjamin pelaksanaan policies terebut.
4.    Programes
Programes adalah sederetan kegiatan yang digambarkan untuk melaksanakan policies. Program itu merupakan rencana kegiatan yang dinamis yang biasanya dilaksanakan secara bertahap, dan terikat dengan ruang (place) dan waktu (time). Program itu harus merupakan suatu kesatuan yang terikat erat dan tidak dapat dipisahkan dengan tujuan yang telah ditentukan dalam organisasi (closely integreted).
5.    Schedules
Schedules adalah pembagian program yang harus diselesaikan menurut urutan-urutan waktu tertentu. Dalam keadaan terpaksa schedules dapat berubah, tetapi program dan tujuan tidak berubah.
6.    Procedures
Procedures adalah suatu gambaran sifat atau metode untuk melaksanakan suatu kegiatan atau pekerjaan. Perbedaannya dengan program adalah program menyatakan apa yang harus dikerjakan, sedangkan prosedur berbicara tentang bagaimana melaksanakannya.
7.    Budget 
Budget  adalah suatu taksiran atau perkiraan biaya yang harus dikeluarkan dan pendapatan yang diharapkan diperoleh di masa yang akan datang. Dengan demikian, budget dinyatakan dalam waktu, uang, material dan unit-unit yang melaksanakan pekerjaan guna memperoleh hasil yang diharapkan.

C.  Pengorganisasian
Mengenai hal ini,  Ali bin Abi Thalib,”kebenaran yang tidak teroganisir dengan rapi dapat dikatakan oleh kebatilan yang terorganisir dengan rapi”[3]
* tíuŽŸ° Nä3s9 z`ÏiB ÈûïÏe$!$# $tB 4Óœ»ur ¾ÏmÎ/ %[nqçR üÏ%©!$#ur !$uZøŠym÷rr& y7øs9Î) $tBur $uZøŠ¢¹ur ÿ¾ÏmÎ/ tLìÏdºtö/Î) 4ÓyqãBur #Ó|¤ŠÏãur ( ÷br& (#qãKŠÏ%r& tûïÏe$!$# Ÿwur (#qè%§xÿtGs? ÏmŠÏù 4 uŽã9x. n?tã tûüÏ.ÎŽô³ßJø9$# $tB öNèdqããôs? ÏmøŠs9Î) 4 ª!$# ûÓÉ<tFøgs Ïmøs9Î) `tB âä!$t±o üÏökuur Ïmøs9Î) `tB Ü=Ï^ムÇÊÌÈ 

Dia telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa Yaitu: Tegakkanlah agama[1340] dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya).

Dienul Islam adalah suatu sistem yang lengkap dalam kehidupan untuk mengelola manusia dan alam semesta sesuai dengan kehendak Allah. Kalimat “menegakkan dien” dalam ayat tersebut berarti mengatur kehidupan ini agar rapi, dan kalimat “janganlah berpecah-belah” berarti kita diperintahkan untuk mengorganisasikan kehidupan kita dengan sebaik-baiknya.
Pengorganisasian atau perencanaan dan pengembangan organisasi adalah meliputi pembagian kerja yang logis, penetapan garis tanggung jawab dan wewenang yang jelas, pengukuran pelaksanaan dan prestasi yang dicapai. Oleh itu dalam usaha dibuuthkan seorang yang dapat menjadi manajer yang handal.
Apa saja jabatan yang disandang seseorang merupakan amanat, maka jabatan yang dipegang seseorang merupakan ujian baginya. Kalau menyalahgunakan jabatan tadi, sesungguhnya siksa Allah sangat cepat. Sedang bagi mereka yang bersalah dalam melaksanakan tugas jabatannya, tanpa disengaja, maka Allah itu maha pengampun lagi maha penyayang.
1.    Struktur Organisasi[4]


STRUKTUR ORGANISASI BMT MANDIRI SEJAHTERA JAWA TIMUR
 
 














2.    Perencanaan Organisasi
Perencanaan organisasi LKMS adalah pengelompokan yang logis dari kegiatan-kegiatan, menurut hasil yang ingin dicapai yang menunjukkan dengan jelas tanggung jawab dan wewenang atas suatu tindakan. Misalnya seseorang yang memberikan pembiayaan harus bertanggung jawab untuk menagih dan menyelesaikannya, karena pemberian pembiayaan itu bukanlah tujuan. Prinsip ini berlaku untuk seluruh level pada organisai LKMS. Tugas dan wewenang dan tanggung jawab setiap posisi dalam organisasi harus dirumuskan dengan jelas, sehingga tanggung jawab (accountibility) untuk hasilnya akhirnya dapat diukur dengan mudah.
Namun pengelompokan fungsi-fungsi tersebut harus hati-hati seperi masalah komunikasi internal dan lain-lain. Dan struktur organisasi itu disesuaikan dengan besar atau kecilnya suatu lembaga.
3.    Fungsi Staf
Bagan struktur organisasi digambarkan di atas adalah organisasi lini. Dalam struktur tersebut prinsip musyawarah dianjurkan dalam organisasi yang berdasarkan prinsip Syariah. Oleh karena itu dalam proses perumusan kebijakan, pengambilan keputusan perlu dilakukan secara musyawarah.
Struktur organisasi LKMS melibatkan berbagai tingkat wewenang san tanggug jawab. Bank harus mempunyai pengurus (board of directors) dan manajemen. Bank juga membentuk berbagai komite yang terdiri dari para anggota direksi dan para personel yang terkait dalam tingkat manajemen.

D.  Pelaksanaan
Khusus untuk lembaga keuangan mikro syariah (LKMS), kegiatan yang dilakukannya dalam bentuk pembiayaan, bukan simpanan. Pembiayaan di sini diartikan sebagai penyediaan dana kepada masyarakat yang harus dikembalikan sesuai dengan yang diperjanjikan menurut prinsip syariah (lihat Pasal 1 (4) UU-LKM). LKMS dalam menjalankan usahanya harus merujuk kepada fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Di samping itu, LKMS juga wajib membentuk Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang bertugas memberi nasihat dan saran kepada direksi atau pengurus, dan mengawasi kegiatan LKM sesuai dengan prinsip syariah (lihat Pasal 12 & 13 UU-LKM).
LKMS dalam menjalankan usahanya berada dalam satu wilayah desa/kelurahan, kecamatan, atau kabuapen/kota. Jika LKMS melakukan kegiatan usaha melebihi 1 (satu) wilayah kabupaten/kota maka ia wajib merubah bentuknya menjadi bank (lihat Pasal 16 & 27 UU-LKM).
Sebelum lahirnya Undang-undang No. 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro, LKMS di Indonesia dikenal dengan nama Baitul Mal wa Tamwil (BMT) atau Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah (KSPPS). Lembaga tersebut di atas pada umumnya berbadan hukum koperasi. Berdasarkan Undang-undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasion yang secara spesifik diatur dalam Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor 16/Per/M.KUM/IX/2015 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan Koperasi, perihal perizinan, pendirian, pengawasan dan pembinaan badan koperasi jenis KSPPS harus dilakukan oleh Pemerintah. Berdasarkan penjelasan di atas dapat dipahami bahwa BMT/KSPSS merupakan lembaga keuangan mikro yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah yang berbadan hukum koperasi di bawah pegawasan kementerian koperasi dan usaha kecil dan menengah.
Dengan diberlakukannya Undang-undang No. 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro semakin mengukuhkan eksistensi LKM di Indonesia untuk melegitimasi aktivitasnya yang selama ini dianggap bermasalah dan tidak memiliki kepastian hukum. Namun, lahirnya UU-LKM ini juga menimbulkan persoalan baru, terutama terkait dengan pengaturan LKMS, seperti BMT dan KSPPS yang berbadan hukum koperasi. Sebelum diberlakukan UU-LKM, BMT dan KSPPS merupakan lembaga keuangan mikro yang mayoritas bentuk hukumnya adalah koperasi, sehingga pengaturannya tunduk pada Undang-undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Berdasarkan undang-undang koperasi pengawasan dan pembinaannya di bawah kementerian koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. JIka melihat Pasal 29 (1) POJK Nomor 12/POJK.05/2014 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Keuangan Mikro secara jelas diatur bahwa LKM yang telah beroperasi sebelum berlakunya Undang-Undang No 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro seperti Baitul Maal wa Tamwil (BMT), Baitul Tamwil Muhammadiyah (BTM), wajib mendapat ijin usaha dan dikukuhkan oleh OJK. Hal ini juga berlaku bagi BTM yang ada sebelum diundangkannya BMT.
Di samping itu, berkaitan dengan persoalan di atas, LKM yang berbadan hukum koperasi memiliki konsekuensi hukum tunduk pada dua peraturan perundang-undangan yang berbeda, yaitu undang-undang koperasi dan undang-undang tentang lembaga keuangan mikro. Hal ini menyebabkan terjadinya aturan ganda bagi LKM Syariah. Dualisme pengaturan hukum itu berimplikasi terjadinya overlapping kewenangan antar instansi yang mengaturnya, inkonsistensi, dan kontradiksi dalam pengaturan, pengawasan dan pembinaan terhadap LKM Syariah. Mengingat pentingnya keberadaan lembaga keuangan mikro dalam meningkatkan perekonomian masyarakat, maka penting untuk memperhatikan peraturan perundang-undangan yang mengaturnya. Semua peraturan terkait LKMS diharapkan semakin memperkuat keberadaan dan mempermudah kinerjanya sehingga menjadi lebih baik, bukan malah sebaliknya.[5]
E.  Pengawasan
Pengawasan dalam pandangan Islam dilakukan guna meluruskan yang tidak lurus, mengoreksi yang salah dan membenarkan yang benar.
1.      Pengawasan internal yaitu, yang berasal dari diri sendiri yang bersumber dari tauhid dan keimanan kepada Allah swt. Seseorang yang merasa dirinya ada yang mengawasi yaitu Allah swt. Allah swt. Berfirman dan surat al-Infithaar: 10-12:
¨¨bÎ)ur öNä3øn=tæ tûüÏàÏÿ»ptm: ÇÊÉÈ $YB#tÏ. tûüÎ6ÏF»x. ÇÊÊÈ tbqçHs>ôètƒ $tB tbqè=yèøÿs? ÇÊËÈ  
“Padahal Sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu). Yang mulia (di sisi Allah) dan mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu itu). Mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. surat al-Infithaar: 10-12).
2.      Pengawasan eksternal yaitu pengawasan atau  kontrol yang dilakukan dari luar diri sendiri. Pengawasan ini juga cukup efektif, biasanya sistem ini  ada  dalam sebuah organisasi  atau perusahaan dimana seseorang pemimpin pengawas tugas yang dilaksanakan oleh karyawan.
Menurut prosesnya, pengawasan meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
1.    Menentukan standar sebagai ukuran pengawasan.
Dalam kegiatan pengawasan, yang pertama kali harus dilakukan adalah menentukan standar yang menjadi ukuran dan pola untuk melaksanakan suatu pekerjaan dan produk dihasilkan. Standar itu harus jelas, wajar, obyektif sesuai dengan keadaan dan sumber daya yang tersedia.
2.    Pengukuran dan pengamatan terhadap jalannya operasi berdasarkan rencana yang telah ditetapkan.
Pelaksanaan kegiatan operasional harus selalu diawasi dengan cermat. Untuk keperluan tersebut harus dibuat catatan sebagai laporan perkembangan proses manajemen. Berdasarkan itu hendaknya dilakukan pengukuran prestasi, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Hasil evaluasi itu dijadikan bahan laporan untuk dievaluasi lebih lanjut.
3.    Penafsiran dan perbandingan hasil yang dicapai dengan standar yang diminta.
Prestasi pekerjaan harus diberikan penilaian dengan memberikan penafsiran, apakah sesuai dengan standar, sejauh mana terdapat penyimpangan dan apa saja faktor-faktor penyebabnya.
4.    Tindakan koreksi terhadap penyimpangan
Tindakan koreksi, selain mengetahui adanya kesalahan juga menerangkan apa yang menyebabkan terjadinya penyimpangan dan memberikan cara bagaimana memperbaikinya agar kembali kepada standar dan rencana seharusnya.
5.     Perbandingan hasil akhir (output) dengan masukan (input) yang digunakan.
Setelah proses pelaksanaan pekerjaan selesai segera diberikan pengukuran dengan membadingkan hasil yang diperoleh dengan sumber daya yang digunakan serta standar yang ditetapkan. Hasil pengukuran ini akan memperlihatkan tingkat efisiensi kerja dan produktifitas sumber daya yang ada, dna dapat digunakan sebagai: a) Standar dari harga pokok untuk menentukan harga jual (princing), b) Menentukan tinggi-rendahnya efisiensi, dan c) sebagai bahan ukuran bagi penyusuna rencana baru.


PENUTUP

Dari pemaparan makalah yang berjudul unsur-unsur manajemen lembaga keuangan mikro syariah dapat kita simpulkan bahwasanya:
1.    Menurut Stonner arti dari manajemen adalah suatu proses perencanaan pengorganisasian, kepemimpinan, dan mengendalikan usaha-usaha dari anggota organisasi (manusia) dan dari sumber-sumber organisasi lainnya (materi) untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
2.    Suatu perencanaan yang baik dilakukan melalui berbagai proses kegiatan yang meliputi forecasting, objective, policies, programes, procedures dan budget.
3.    Pengorganisasian atau perencanaan dan pengembangan organisasi adalah meliputi pembagian kerja yang logis, penetapan garis tanggung jawab dan wewenang yang jelas, pengukuran pelaksanaan dan prestasi yang dicapai.
4.    LKMS dalam menjalankan usahanya berada dalam satu wilayah desa/kelurahan, kecamatan, atau kabuapen/kota. Jika LKMS melakukan kegiatan usaha melebihi 1 (satu) wilayah kabupaten/kota maka ia wajib merubah bentuknya menjadi bank (lihat Pasal 16 & 27 UU-LKM).
5.    Pengawasan dalam pandangan Islam dilakukan guna meluruskan yang tidak lurus, mengoreksi yang salah dan membenarkan yang benar.


DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Zainul. Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah. Jakarta: Pustaka Alvabet, 2005.
Hidayat, Mohammad. The Sharia Ecomomic. Jakarta: PT Perpustakaan Nasional, 2010.
Muhammad. Lembaga Keuangan Mikro Syariah. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009.
Rasyid, Abdul. “Lembaga Keuangan Mikro Syariah di Indonesia”, Jurnal Business, Vol.1 No.13, September 2015.



[1]Mohammad Hidayat, The Sharia Ecomomic (Jakarta: PT Perpustakaan Nasional, 2010), 273-274.
[2] Zainul Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah (Jakarta: Pustaka Alvabeta, 2005), 97.
[3]Ibid Sharia.
[4] Muhammad, Lembaga Keuangan Mikro Syariah (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), 78.
[5] Abdul Rasyid, “Lembaga Keuangan Mikro Syariah di Indonesia”, Jurnal Business, Vol.1 No.13, September 2015.

Comments

Popular Posts