PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA



PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Ruang lingkup penegakan hukum yang secara hakikatnya sangat luas sekali, dikatakan luas karena dari penegakan hukum tersebut mencakup lembaga-lembaga penegak hukum sepertihalnya yang menerapkannya (Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan), pejabat-pejabat yang memegang peranan sebagai pelaksana dari penegakan hukum misalnya (para Hakim, Jaksa, Polisi) dan dari segi administratif (proses peradilan, pengusustan, penahanan).
Dalam Pengadilan misalnya, banyak hal yang perlu di telaah baik dari segi strukturnya maupun dari segi keorganisasiannya. Dilihat dari hakim dan keputusan-keputusannyapun juga penting untuk diteliti. Gledon Schubert, misalnya pernah mengadakan penelitian tentang pola perilaku hakim Amerika Serikat beserta latarbelakangnya, dan keputusan-keputusan yang dihasilkannya yang kemudian di hubungkan dengan bidang-bidang kehidupan seperti politik, ekonomi, dan sebagainya.
B.       Rumusan Masalah
1.    Apa Pengertian Penegakan Hukum ?
2.    Lembaga Penegak Hukum di Indonesia ?
3.    Bagaimana Proses Penegakan Hukum di Indonesia ?
C.      Maksud dan Tujuan
1.    Mengetahui Pengertian, Bentuk-Bentuk, Lembaga-Lembaga, dan Proses Penegakan Hukum.



PEMBAHASAN

A.      Pengetian Penegakan Hukum
Penegakan Hukum merupakan proses dilakukannya upaya untuk  tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalulintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.[1]
Penegakan Hukum (law enforcement) dalam arti luas mencakup kegiatan untuk melaksanakan dan menerapkan hukum serta melakukan tindakan hukum terhadap setiap pelanggaran atau penyimpangan hukum yang dilakukan oleh subjek hukum, baik melalui prosedur peradilan ataupun melalui prosedur arbitrase dan mekanisme penyelesaian seng­keta lainnya (Alternative desputes or conflicts resolu­tion).
Dan menurut Satjipto Raharjo, penegakan hukum itu bukan merupakan suatu tindakan yang pasti, yaitu menerapkan hukum terhadap suatu kejadian, yang dapat di ibaratkan menarik garis lurus antara dua titik.
Satjipto Raharjo dalam bukunya “Penegakan Hukum (sebuah Tinjauan Sosiologis)” Mengatakan Penegakan hukum sebagai Proses Sosial, yang bukan merupakan proses yang tertutup melainkan proses yang mempengaruhi lingkungannya.
Dalam arti sempit, aktor-aktor utama yang peranannya sangat menonjol dalam proses penegakan hukum itu adalah polisi, jaksa, pengacara dan hakim. Para penegak hukum ini dapat dilihat pertama-tama sebagai orang atau unsur manusia dengan kualitas, kualifikasi, dan kultur kerjanya masing-masing. Dalam pengertian demikian persoalan penegakan hukum tergantung aktor, pelaku, pejabat atau aparat penegak hukum itu sendiri. Kedua, penegak hukum dapat pula dilihat sebagai institusi, badan atau organisasi dengan kualitas birokrasinya sendiri-sendiri. Dalam kaitan itu kita melihat penegakan hukum dari kacamata kelembagaan yang pada kenyataannya, belum terinstitusionalisasikan secara rasional dan impersonal (institutionalized). Namun, kedua perspektif tersebut perlu dipahami secara komprehensif dengan melihat pula keterkaitannya satu sama lain serta keterkaitannya dengan berbagai faktor dan elemen yang terkait dengan hukum itu sendiri sebagai suatu sistem yang rasional.
Inti dan arti penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan antara apa yang ada di dalam kaidah-kaidah sejumlah peraturan perundangan terhadap penciptaan, pemeliharaan dan mepertahankan kedamaian dalam pergaulan hidup sebagimana yang dikemukakan Soekanto, lebih jauh Soekanto mengemukakan masalah pokok dalam penegakan hukum adalah terletak pada hukumnya, sarana atay fasilitas yang mendukung, masyarakat di mana hukum itu diberlakukan dan budaya hukum masyarakatnya.[2]
B.       Penegak Hukum
Hukum berfungsi sebagai perlindungan kepentingan manusia. Agar kepentingan manusia terlindungi hukum harus dilaksanakan. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal, damai tetapi dapat terjaadi juga karena pelanggaran hukum. Melalui penegakan hukum inilah hukum itu mulai menjadi kenyataan. Dalam menegkan hukum ada 3 unsur yang harus diperhatikan, yaitu kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan.[3]
Petugas penegak hukum mencakup ruang lingkup yang sangat luas, oleh karena menyangkut petugas-petugas pada strata atas, menengah dan bawah (kepolisian, kejaksaan, pengadilan). Yang jelas adalah bahwa didalam melaksanakan tugas-tugasnya, maka petugas selayaknya mempunyai suatu pedoman, antara lain peraturan tertulis tertentu yang mencakup ruang lingkup tugas-tugasnya. Di dalam hal penegakan hukum dimaksud, kemungkinan petugas penegak hukum menghadapi hal-hal sebagai berikut:
1.         Sampai sejauh mana petugas terikat dari peraturan-peraturan yang ada.
2.         Sampai batas-batas mana petugas berkenaan memberikan kebijakan.
3.         Teladan macam manakah yang sebaiknya diberikan oleh petugas kepada masyarakat.
4.         Samapai sejauh manakah derajat sinkronisasi penugasan-penugasan yang diberikan kepada para petugas sehingga memberikan batas-batas yang tegas pada wewenangnya.
Masalah-masalah umum tersebut masih dapat berkembang sesuai dengan konteks masalah. Faktor petugas memainkan peran penting dalam memfungsikan hukum. Kalau peraturan sudah baik, tetapi kualitas penegak hukum rendah maka akan ada masalah. Demikian pula sebaliknya, apabila peraturannya buruk, sedangkan kualitas petugasnya baik, mungkin pula timbul masalah-masalah.

C.      Proses Penegakan Hukum
Dalam pembahasan mengenai proses penegakan hukum terdapat beberapa pembahasan yaitu :
1.         Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum
Masalah penegakan hukum memang harus merupakan suatu persoalan yang dihadapi oleh setiap masyarakat. Meskipun kemudian, setiap masyarakat dengan karakteristiknya masing-masing, mungkin memberikan corak yang permasalahan tersendiri didalam kerangka penegakan hukumnya. Persamaanya adalah bahwa tujuan masing-masing adalah agar didalam masyarakat tercapai keadaan damai sebagai akibat dari penegakan hukum fungsional. Keadaan damai atau kedamaian tersebut berarti, bahwa disatu pihak terdapat ketertiban antar pribadi yang bersifat ekstern dan dilain pihak terdapat ketentraman pribadi yang intern.
Menurut Soerjono Soekanto faktor-faktor yg mempengaruhi penegakan hukum adalah:[4]
a.    Faktor hukumnya sendiri hanya dibatasi dengan undang-undang saja.
b.    Faktor penegak hukumnya, yakni pihak-pihak yg membentuk maupun menerapkan hukum
c.    Faktor sarana atau fasilitas yg mendukung penegakan hukum
d.   Faktor masyarakatnya, yakni lingkungan di mana hukum tsb berlaku atau diterapkan
e.    Faktor kebudayaan, yakni hasil karya, cipta dan rasa yg didasarkan pada karsa manusia di dlm pergaulan hidup.
2.         Proses penagakan hukum.
Penegakan hukum dilakukan oleh institusi yang diberi wewenang untuk itu, seperti polisi, jaksa, dan pejabat pemerintahan. Sejak hukum itu mengandung perintah dan pemaksaan (Coercion), maka sejak semula hukum membutuhkan bantuan untuk mewujudkan perintah tersebut. Hukum menjadi tidak ada artinya bila perintahnya tidak dapat dilaksanakan. Diperlukan usaha dan tindakan manusia agar perintah dan paksaan yang secara potensial ada didalam peraturan itu menjadi manifes.
Penegakan hukum merupakan salah satu aspek terpenting dalam suatu negara hukum, karena hanya dengan penegakan hukumlah maka tujuan hukum, yakni keadilan, kepastian hukum dan ketertiban akan dapat dirasakan masyarakat.
Menurut Prof. Sudikno Mertokusumo, ada tiga hal penting yg harus diperhatikan dlm menegakkan hukum, yaitu: keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum .Sekaitan dengan ini, Satjipto Raharjo menyatakaan bahwa penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide tentang keadilan, kepastian hukum dan kemaanfaantan sosial menjadi kenyataan.
Studi tentang penegakan hukum selalu dikaitkan dengan paradigma sistem hukum sebagaimana dikemukakan Lawrence M. Fiedman, yang membagi sistem hukum itu ke dalam 3 sub sistem, yaitu:
a.    Substansi hukum (legal substance) yang diibaratkan sebagai apa yang dikerjakan atau dihasilkan oleh sebuah mesin
b.    Struktur Hukum (legal structur) yang diibaratkan sebagai mesin
c.    Kultur hukum (legal cultur), yakni apa saja atau siapa saja yg memutuskan mesin itu digunakan.
Tahap-tahap penegakan hukum, dalam penegakan hukum ada tiga tahap yaitu:
a.    Tahap formulasi
Yaitu tahap penegakan hukum pidana in abstracto oleh badan pembentuk undang-undang, tahap ini dapat disebut tahap kebijakan legislatif.
b.    Tahap aplikasi
Yaitu tahap penegakan hukum pidana (tahap penrapan hukum pidana) oleh aparat-aparat penegak hukum mulai dari kepolisisan, kejaksaan hingga pengadilan.
c.    Tahap eksekusi
Yaitu tahap penegakan atau pelaksanaan hukum pidana secara konkret oleh aparat pelaksana pidana.[5]


D.      Peningkatan Kesadaran Hukum
Peningkatan kesadaran hukum seyogyanya dilakukan melalui penerangan dan penyuluhan hukum yang teratur atas dasar perencanaan yang mantap. Penyuluhan hukum bertujuan agar warga masyarakat mengetahui dan memahami hukum tertentu, misalnya peraturan perundang-undangan tertentu mengenai zakat, pajak dan seterusnya. Peraturan dimaksud, dijelaskan melalui penerangan dan penyuluhan hukum, mungkin hanya dijelaskan dengan pasal-pasal tertentu dari suatu peraturan perundang-undangan, agar masyarakat merasakan manfaattnya. Penerangan dan penyuluhan hukum harus disesuaikan dengan masalah-masalah hukum yang ada dalam masyarakat pada suatu waktu yang menjadi sasaran penyuluhan hukum.
Penyuluhan hukum merupakan tahaplanjutan dari penerangan hukum. Tujuan utama dari penerangan dan penyuluhan hukum adalah agar warga masyarakat memahami hukum-hukum tertentu, sesuai masalah-masalah hukum yang sedang dihadapi pada suatu saat. Penyuluhan hukum harus berisikan hak dan kewajiban di bidang-bidang tertentu, serta manfaatnya bila hukum dimaksud ditaati.
Penerangan dan penyuluhan hukum menjadi tugas dari kalangan hukum pada umumnya, dan khususnya mereka yang mungkin secara langsung berhubungan dengan warga masyarakat, yaitu petugas hukum.yang disebutkan terakhir iniharus diberikan pendidikan khusus, supaya mampu memberikan penerangan dan penyuluhan hukum. Jangan sampai terjadi petugas-petugas itulah yang justru memanfaatkan hukum untuk kepentingan pribadi, dengan jalan menakut-nakuti warga masyarakat yang awam terhadap hukuim.[6]





E.       Contoh Kasus dalam Penegakan Hukum
Penegakan Hukum Melalui Pandangan Sosiologi Hukum dalam Kasus Pencurian Kakao Oleh Nenek Minah
Warga negara Indonesia tidak asing dengan kata “Hukum” namun apakah yang dimaksud dengan hukum? Menurut pendapat saya hukum adalah peraturan yg dibuat oleh badan-badan berwajib yg bersifat memaksa, harus dipatuhi dan akan memberi sanksi bagi yang melanggarnya dan ada Undang-undang yg mengaturnya serta mampu diterima oleh masyarakat dimana hukum itu diterapkan, sehingga apabila ada seseorang yang melanggar peraturan tersebut sudah pasti mendapatkan sanksi yang dapat dirasakan nyata. Indonesia sendiri merupakan negara hukum dirumuskan dengan tegas dalam pasal 1 ayat (3) yang menyatakan, “Negara Indonesia adalah Negara Hukum” Hal ini berarti Indonesia menjunjung tinggi hak asasi manusia dan menjamin segala warga negaranya bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan juga menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan.
Adanya hukum tersebut tidak lain adalah untuk menciptakan ketertiban dan keamanan,  mewujudkan rasa keadilan, dan kesejahteraan serta mencegah perpecahan dan memberikan manfaat bagi yg bersangkutan. [1] Jika dilihat dalam pandangan sosiologi hukum, di Indonesia hukum hanya sebagai rekayasa sosial. Dewasa ini kondisi Hukum di Indonesia sering menemui berbagai kritik yang  berkaitan dengan penegakkan hukum, kesadaran hukum, kualitas hukum, ketidak jelasan berbagai hukum yang berkaitan dengan proses berlangsungya hukum dan juga lemahnya penerapan berbagai peraturan. Kritik begitu sering dilontarkan berkaitan dengan penegakan hukum di Indonesia. Kebanyakan masyarakat kita akan bicara bahwa hukum di Indonesia itu dapat dibeli. Karena hukum dapat dibeli maka aparat penegak hukum tidak dapat diharapkan untuk melakukan penegakkan hukum secara menyeluruh dan adil. Sejauh ini, hukum tidak saja dijalankan sebagai rutinitas  belaka tetapi juga dipermainkan seperti barang dagangan.
Menurut [2]Satjipto Rahardjo (2003:15), istilah atau kata “penegakan hukum” yang merupakan kata Indonesia untuk law enforcement. la adalah istilah yang juga dikenal dan digunakan oleh masyarakat luas. Disamping itu secara sosiologis dikenal istilah yang lain, yaitu “penggunaan hukum” (the use of law)”. Penegakan hukum dan penggunaan hukum  adalah dua hal yang berbeda. Orang dapat menegakkan hukum untuk memberikan keadilan, tetapi orang juga dapat menegakkan hukum untuk digunakan bagi pencapaian tujuan atau kepentingan lain. Maka menegakkan hukum tidak persis sama dengan menggunakan hukum.
Dengan demikian, maka pelaksanaan atau penegakan hukum adalah suatu proses untuk mewujudkan keinginan-keinginan hukum menjadi kenyataan. Keinginan-keinginan hukum tersebut tidak lain adalah pikiran atau keinginan para badan pembuat undang yang dirumuskan dalam peraturan-perundang-undangan. Dalam hal ini, perumusan pikiran pembuat hukum yang dituangkan dalam peraturan hukum akan turut menentukan bagaimana pelaksanaan atau penegakan hukum itu dijalankan. Dalam kenyataannya, maka proses pelaksanaan atau penegakan hukum itu bermuara pada pelaksanaannya oleh para pejabat hukum (legal structure) itu sendiri. Di samping itu, [3]Soerjono Soekanto (1989:57) mengemukakan bahwa agar hukum atau peraturan (tertulis) benar-benar berfungsi dalam arti dapat ditegakkan, senantiasa dikembalikan pada paling sedikit 4 faktor yaitu : 1). hukum atau peraturan itu sendiri, 2). petugas yang menegakkannya, 3). fasilitas yang diharapkan mendukung pelaksanaan hukum, 4). masyarakat yang terkena ruang lingkup peraturan tersebut.
Ilmu hukum memiliki penggolongan mengenai hukum, salah satunya adalah hukum pidana. Hukum pidana ini bertujuan untuk mencegah perbuatan-perbuatan masyarakat yang tidak sesuai dengan aturan-aturan hukum yang berlaku, karena bentuk hukum pidana merupakan bagian dari pada keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara.  Pelaku tindak pidana akan dikenakan tindakan melalui proses pemeriksaan persidangan perkara pidana. Dalam proses pemeriksan persidangan, dibutuhkan suatu alat bukti untuk mengetahui bahwa telah terjadi tindak pidana dan terdakwalah pelakunya. Dasar hukum tentang pembuktian dalam hukum acara pidana mengacu pada Pasal 183-189 KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana). Hakim dalam hukum acara pidana bersifat aktif, artinya hakim berkewajiban untuk mendapatkan bukti yang cukup untuk membuktikan tuduhan kepada tertuduh. Putusan hakim kerap dianggap tidak memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat, yang dalam hal ini adalah kasus Nenek Minah yang diputus bersalah karena melakukan pencurian sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 362 KUHP. Kasus Nenek Minah ini dapat menjadi contoh, yang banyak kalangan menganalogikan fenomena penegakan hukum di Indonesia itu seperti pisau, yaitu tajam ke bawah tetapi tumpul ke atas. Karena mereka membandingkan kasus pencurian 3 buah kakao yang dilakukan Nenek Minah ini dengan kasus besar seperti Kasus Bank Century, dimana hakim hanya  memvonis 4 tahun penjara dan denda Rp 50 miliar/subsider (sebagai gantinya) 5 bulan penjara kepada mantan pemilik sebagian saham PT Bank Century Tbk, Robert Tantular. Vonis itu jauh lebih ringan dari tuntutan Jaksa. Orang yang menilap uang hingga Rp 2.8 triliun dan menyebabkan lembaga negara harus mengucurkan dana Rp 6.7 triliun hanya divonis 4 tahun penjara. Hal yang tentunya sangat tidak adil jika dibandingkan dengan Nenek tua yang mencuri 3 buah kakao hanya untuk dijadikan bibit karena tidak mampu membelinya, justru diseret ke pengadilan, lalu divonis 1,5 bulan. Tidak sedikit pengadilan menjatuhkan hukuman hampir maksimum bagi para pelaku pencuri kelas “teri”, yakni dari 6 bulan hingga 7 tahun,tetapi mengapa seorang perampok 2.8 triliun hanya divonis 4 tahun. Namun, sadarkah kita bahwa para hakim yang memutus perkara tersebut adalah hakim yang berbeda. Jika kita melihat lebih dalam, mereka dituntun paradigmanya masing-masing. Sehingga tidak bisa kita menghujat hakim yang memutus bersalah Nenek Minah tidak memiliki rasa kemanusiaan dan tidak adil hanya karena kita membandingkannya dengan kasus lain yang sekali lagi, hakim pemutus perkara tersebut bukanlah hakim yang sama dengan kasus Bank Century ataupun kasus hukum lainnya.
Jika ditinjau dari sisi sosiologis maka kasus  ini adalah kasus yang tidak layak untuk dilanjutkan dalam proses peradilan, walaupun kenyataannya perbuatan nenek Minah  telah memenuhi unsur melawan hukum dalam pasal 362 tentang pencurian dengan ancaman pidana penjara 5 tahun. Secara kemasyarakatan buah kakao yang diambil oleh nenek Minah yang nilainya tidak sebanding dengan proses peradilan yang dijalaninya.  Seharusnya PT. RSA dan pihak kepolisian berinisiatif untuk menyelesaikan masalah kecil seperti ini secara kekeluargaan, tidak perlu dilanjutkan ke proses peradilan. Secara kemasyarakatan jika kasus ini ditinjau secara mendalam maka kasus ini tidak memenuhi unsur keadilan dalam masyarakat, Apalagi jika dibanding-bandingkan dengan kasus korupsi yang terkesan prosesnya tebang pilih dan prosesnya terulur-ulur. Nenek minah merupakan seseorang nenek tua yang tidak bisa membaca papan peringatan milik PT. RSA dan juga dia tidak jadi mengambil kakao tersebut (mengembalikan  kakao kepada mandor) serta juga telah mengakui kesalahannya dan meminta maaf.  Pandangan masyarakat menyimpulkan bahwa unsur-unsur sosial tersebut merupakan hal yang harus dipertimbangkan oleh pihak yang merasa dirugikan atau pihak penegak hukum untuk melanjutkan proses peradilan terhadap nenek Minah, walaupun hakim memutuskan hukuman 1 bulan tanpa harus dikurung. Putusan hakim tersebut menunjukkan bahwa perbuatan nenek Minah salah secara hukum, tapi secara sosiologis hal tersebut tidak menunjukkan keadilan.
Kasus ini juga telah mencoreng asas kemanfaatan karena biaya kerugian yang di derita  oleh PT.Rumpun Sari Antan (RSA) akibat kehilangan 3 biji kakau tidak sebanding dengan besarnya biaya perkara dan derita finansial yang di derita oleh nenek minah karena dirinya tidak mampu berkerja selama proses perkara berlangsung,sedangkan nenek minah hanyalah wanita tua yang berpenghasilan kecil.Selain itu besar kerugian yang diderita oleh PT.Rumpun Sari Antan (RSA) juga tidak sebanding dengan dampak sosial yang diderita oleh nenek Minah. Dalam hal ini aparat hukum terlalu berpatokan kepada apa yang tertulis di dalam KUHP. Seharusnya dalam menangani perkara hukum , aparat tak hanya mengeja atau membaca teks KUHP. Aparat mestinya juga menggunakan pendekatan hati nurani dan akal sehat. Sebab, ketika aparat hanya mengacu pada teks undang-undang, keadilan yang didapat masyarakat hanya bersifat formal. Berbeda dengan ketika menggunakan akal sehat dan hati nurani, yang didapat adalah keadilan. Oleh karena itu sejak awal perkara seharusnya polisi dapat melakukan diskresi, yakni penghentian perkara pidana selama penyidikan. Adapun di kejaksaan dikenal istilah deponering atau penghentian perkara demi kepentingan umum.




PENUTUP

Penegakan Hukum merupakan proses dilakukannya upaya untuk  tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalulintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Penegakan hukum dilakukan oleh petugas penegak hukum. Petugas penegak hukum mencakup ruang lingkup yang sangat luas, oleh karena menyangkut petugas-petugas pada strata atas, menengah dan bawah (kepolisian, kejaksaan, pengadilan). Terlepas dari adanya petugas penegak hukum, juga diperlukan peningkatan kesadaran hukum yang dilakukan melalui penerangan dan penyuluhan hukum yang teratur atas dasar perencanaan yang mantap.



















DAFTAR PUSTAKA

Ali, Zainuddin. Sosiologi Hukum. Jakarta: Sinart Grafika, 2008.
Ishaq. Dasar-Dasar Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar Grafika, 2012.
Mertokusumo, Sudikno. Mengenal Hukum. Universitas Atma Jaya: Yogyakarta, 2010.
Saleh, Roeslah. Pembinaan Cita Hukum dan Asas-Asas Hukum Nasional. Jakarta: Karya Dunia Pikir, 1986.
Soekanto, Soerjono. Pokok-Pokok Sosiologi Hukum. Jakarta: Rajawali, 1980.
Utsman, Sabian. Dasar-Dasar Sosiologi Hukum. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009.



[1] Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum (Jakarta: Rajawali, 1980), 196.
[2] Sabian Utsman, Dasar-Dasar Sosiologi Hukum, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), 373.
[3]Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, (Universitas Atma Jaya: Yogyakarta, 2010), 207.
[4] Ishaq, Dasar-Dasar Ilmu Hukum (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), 245.
[5] Roeslah Saleh, Pembinaan Cita Hukum dan Asas-Asas Hukum Nasional (Jakarta: Karya Dunia Pikir, 1986), 15.
[6] Zainuddin Ali, Sosiologi Hukum (Jakarta: Sinart Grafika, 2008),69-70.

Comments

  1. Casino - Jeopardy Slot Review - JtmHub
    Casino is 이천 출장안마 a new online 강원도 출장마사지 casino that was established in 2020 and is owned and 서산 출장샵 operated 포항 출장샵 by DaVinci Gaming. The casino offers over 100000 slots  Rating: 5 · ‎Review by Jeopardy Slot 김해 출장마사지

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts